Pembagian Kalam dalam Ilmu Nahwu
– Pada postingan terdahulu admin telah mempostingkan tentang pengertian kalam
yang secara jelas telah dijelaskan oleh Sayyidi asy-Syaikh Ahmad Zaini Dahlan
dalam kitab beliau yang berjudul Syarah Mukhtashor Jiddan. Selanjutnya pada
kesempatan kali ini admin akan meneruskan penjelasan terkait kalam dalam kitab
Syarah Mukhtashor Jiddan yaitu tentang pembagian kalam dalam ilmu nahwu.
Berikut ini penjelasannya:
وَاَقْسَامُهُ ثَلَاثَةٌ: اِسْمٌ وَ فِعْلٌ وَ حَرْفٌ
Adapun kalam dibagi menjadi tiga,
yaitu: Isim, fi’il, dan huruf.
يَعْنِي اَنَّ اَجْزَاءَ الكَلَامِ الَّتِي
يَتَأَلَّفُ مِنْهَا ثَلَاثَةُ اَقْسَامٍ: الأَوَّلُ الإِسْمُ وَهُوَ كَلِمَةٌ
دَلَّتْ عَلَي مَعْنًي فِي نَفْسِهَا وَلَمْ تَقْتَرِنْ بِزَمَنٍ وَضْعًا كَزَيْدٍ
وَ اَنَا وَ هَذَا الثَّانِي الفِعْلُ وَهُوَ كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَي مَعْنًي فِي
نَفْسِهَا وَاقْتَرَنَتْ بِزَمَنٍ وَضْعًا فَإِنْ دَلَّتْ تِلْكَ الكَلِمَةُ عَلَي
زَمَنٍ مَاضٍ فَهِيَ الفِعْلُ المَاضِي نَحْوُ قَامَ وَاِنْ دَلَّتْ عَلَي زَمَنٍ
يَحْتَمِلُ الحَالَ وَالإِسْتِقْبَالَ فَهِيَ الفِعْلُ المُضَارِعُ نَحْوُ يَقُوْمُ
وَ اِنْ دَلَّتْ عَلَي طَلَبِ شَيْءٍ فِي المُسْتَقْبَلِ فَهِيَ فِعْلُ الأَمْرِ نَحْوُ
قُمْ الثَّالِثُ الحَرْفُ وَهُوَ كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَي مَعْنًي فِي غَيْرِ هَا نَحْوُ
اِلَي وَهَلْ وَلَمْ
Maksudnya,
sesungguhnya bagian-bagian kalam yang merupakan komponen pembuatnya itu ada
tiga bagian, yang pertama isim. Isim adalah kata yang menunjukkan arti tertentu
untuk menunjukkan dirinya dan tidak terikat dengan waktu sejak mulanya. Misalnya
kata “ZAID”, “SAYA” dan “INI”. yang kedua adalah fi’il. Fi’il adalah kata yang
menunjukkan arti tertentu dan dibarengi waktu sejak semulanya. Maka jika kata
tersebut menunjukkan waktu lampau maka disebut dengan fiil madhi. Contoh “Qooma”
(ia telah berdiri). Jika menunjukkan waktu sekarang atau yang akan datang maka
disebut dengan fiil mudhari’ contoh “Yaquumu” (ia sedang/akan berdiri). Jika menunjukkan
perintah pada masa akan datang maka disebut fiil amr contoh “qum” (berdirilah).
Yang ketiga adalah huruf. Huruf adalah kata yang menunjukkan arti berhubungan
(bergantung) pada kata lainnya, seperti: “ke-“, “apakh”, dan “tidak”.
قَوْلُهُ جاَءَ لِمَعْنَي يَعْنِي بِهِ اَنَّ الحَرْفَ
لَا يَكُوْنُ لَهُ دَخْلٌ فِي تَأْلِيْفِ الكَلَامِ اِلَّا اِذَا كَانَ لَهُ مَعْنًي
كَهَلْ وَلَمْ فَإِنَّ هَلْ مَعْنَاهَا الإِسْتِفْهَامُ وَلَمْ مَعْنَاهَا النَّفْيُ
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مَعْنًي لَا يَدْخُلُ فِي تَرْكِيْبِ الكَلَامِ كَحُرُوْفِ
المَبَانِي نَحْوُ زَايِ زَيْدٍ وَ يَاءِهِ وَ دَالِهِ فَإِنَّ كُلَّا مِنْهَا حَرْفُ
مَبْنًي لَا حَرْفُ مَعْنًي
Perkataan mualif
“datang untuk member arti” maksudnya bahwasanya huruf tidak dapat masuk dalam
susunan kalam kecuali apabila memiliki makna contoh “apakah (hal), dan tidak
(lam)”. Kata hal maknanya sebagai huruf istifham dan lam maknanya sebagai naïf.
Jika tidak memiliki makna maka tidak masuk ke dalam susunan kalam, misalnya
huruf dasar, contoh huruf za, ya, dan dal dalam kata Zaid. Maka masing-masing
huruf dari rangkaian kata Zaid itu merupakan huruf mabni bukan huruf yang mengandung
arti (kecuali apabila dirangkai menjadi satu kata.red).
0 komentar:
Post a Comment