Pengertian Kalam dalam Ilmu Nahwu – Ngaji Kitab syarah mukhtashar jiddan - Pembahasan kalam dalam
kitab Syarah Mukhtashar jiddan – Berikut ini pembahasan tentang kalam menurut
Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dalam kitab beliau Syarah Mukhtashar Jiddan, sebuah
kitab syarah terhadap kitab matan al-Ajrumiyah buah tangan al-Imam Shanhaji
yang membahas ilmu nahwu atau tata bahasa Arab.
الكَلَامُ هُوَ اللَّفْظُ المُرَكَّبُ المُفِيْدُ
بِالوَضْعِ. يَعْنِي اَنَّ الكَلَامَ عِنْدَ النَّحْوِيِّيْنَ هُوَ اللَّفْظُ
اِلَي اَخِرِهِ. فَا اللَّفْظُ هُوَ الصَّوْتُ المُشْتَمِلُ عَلَي بَعْضِ
الحُرُوْفِ الهِجَائِيَّةِ كَزَيْدٍ فَإِنَّهُ صَوْتٌ اِشْتَمَلَ عَلَي بَعْضِ
الحُرُوْفِ (الزَّايِ وَاليَاءِ وَالدَّالِ). فَإِنْ لَمْ يَشْتَمِلْ عَلَي بَعْضِ
الحُرُوْفِ كَصَوتِ الطَّبْلِ فَلَا يُسَمَّي لَفْظًا.
فَخَرَجَ بِاللَّفْظِ مَا كَانَ مُفِيْدًا وَلَمْ يَكُنْ لَفْظًا
كَالإِشَارَةِ وَالكِتَابَةِ وَالعَقْدِ وَالنُّصْبِ فَلَا يُسَمَّي كَلَامًا
عِنْدَ النُّحَاةِ
Kalam, atau jumlah mufidah, atau kalimat sempurna, adalah
lafadz yang tersusun yang berfaidah serta sengaja disusun. Maksudnya bahwasanya
kalam menurut ulama nahwu adalah al-lafdzu….dst. adapun lafal adalah suara atau
ucapan yang mengandung sebagian huruf hijaiyah, misalnya seperti kata Zaid.
Kata ini terdiri dari sebagian huruf hijaiyah yaitu huruf za’, ya’, dan dal.
Jika suatu kata tidak terdiri dari sebagian huruf hijaiyah seperti suara
kendang maka tidak dapat disebut sebagai lafadz. Tidak termasuk sebagai lafal apa saja yang
dapat memberikan pengertian namun tidak berupa lafal, misalnya bahasa isyarat,
tulisan, akad, dan tugu. Menurut ulama nahwu hal-hal tersebut tidak dapat
dinamakan kalam.
وَالمُرَكَّبُ مَا تَرَكَّبَ مِنْ كَلِمَتَيْنِ
فَأَكْثَرَ كَقَامَ زَيْدٌ وَ زَيْدٌ قَائِمٌ. وَالمِثَالُ الأَوَّلُ فِعْلٌ وَ
فَاعِلٌ وَ كُلُّ فَاعِلٍ مَرْفُوْعٌ وَ المِثَالُ الثَّانِي مُبْتَدَأٌ وَ خَبَرٌ.وَ
كُلُّ مُبْتَدَإٍ مَرْفُوْعٌ بِالإِبْتِدَاءِ وَ كُلُّ خَبَرٍ مَرْفُوْعٌ بِالمُبْتَدَإِ.
وَ خَرَجَ بِالمُرَكَّبِ المُفْرَدُ كَزَيْدٍ فَلَا يُقَالُ لَهُ كَلَامٌ اَيْضًا
عِنْدَ النُّحَاةِ.
Adapun yang dimaksud dengan murokkab atau tersusun adalah
kalimat yang tersusun dari dua kata atau lebih, misalnya: Qaama Zaidun (Zaid
telah berdiri), dan Zaidun Qaaimun (Zaaid berdiri). Pada contoh pertama,
tersusun dari fi’il dan fa’il, dan setiap fa’il harus dimarfu’. Adapun contoh
kedua merupakan susunan mubtada’ dan khobar, dan setiap mubtada’ harus dimarfu’
dengan ibtida’ (dimarfu’ karena berada pada permulaan atau pokok kalimat), dan
setiap khobar harus dimarfu’ dengan mubtada’. Tidak termasuk murakkab atau
tersusun adalah kata mufrod (masih lepas dan belum tersusun) seperti “Zaid”
saja. Maka satu kata ini belum dikatakan murakkab dan karenanya tidak menurut
ulama nahwu tidak dapat dikatakan sebagai kalam.
وَ المُفِيْدُ مَا اَفَادَ فَائِدَةً يَحْسُنُ السُكُوْتُ
مِنَ المُتَكَلِّمِ وَالسَّامِعِ عَلَيْهَا كَقَامَ زَيْدٌ وَ زَيْدٌ قَائِمٌ فَإِنَّ
كُلًّا مِنْهُمَا اَفَادَ فَائِدَةً يَحْسُنُ السُّكُوْتُ عَلَيْهَا مِنَ المُتَكَلِّمِ
وَالسَّامِعِ وَهِيَ الإِخْبَارُ بِقِيَامِ زَيْدٍ فَإِنَّ السَّامِعَ اِ ذَا سَمِعَ ذَلِكَ لاَ يَنْتَظِرُ شَيْئًا اَخَرَ
يَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ تَمَامُ الكَلَامِ وَ يَحْسُنُ اَيْضًا سُكُوْتُ المُتَكَلِّمِ
Kalam mufid adalah perkataan yang memberikan pengertian
sempurna bagi pembicara dan pendengarnya sehingga mereka diam karena sudah jelas.
Misalnya, Qooma Zaidun (Zaid telah berdiri), dan Zaidun Qaaimun (Zaid berdiri).
Dua contoh ini memberikan pengertian sempurna sehingga pendengar terdiam dan tidak
membutuhkan keterangan lain sebagai penyempurna.
وَ خَرَجَ بِالمُفِيْدِ المُرَكَّبُ غَيْرُ المُفِيْدِ
نَحْوُ: غُلَامُ زَيْدٍ, مِنْ غَيْرِ اِسْنَادِ شَيْءٍ اِلَيْهِ, وَ اِنْ قَامَ زَيْدٌ,
Tidak termasuk kalam mufid adalah susunan kata-kata yang tidak
mufid, misalnya : Ghulaamu zaidin (Anak zaid), tanpa memberikan keterangan
lainnya tentang dia. Contoh lagi, “In qaam Zaidun” (Jika Zaid berdiri).
فَإِنَّ تَمَامَ الفَائِدَةِ فِيْهِ يَتَوَقَّفُ عَلَي
ذِكْرِ جَوَابِ الشَرْطِ فَلَا يُسَمَّي كُلٌّ مِنَ المِثَالَيْنِ كَلَامًا عِنْدَ
النُّحَاةِ.
Kesempurnaan pengertian pada contoh di atas tergantung pada penyebutan
jawabusy syarthinya yang pada contoh di ats tidak ada. Karena itu lah dua
contoh di atas tidak dapat disebut sebagai kalam menurut ulama ahli nahwu
وَ قَوْلُهُ بِالوَضْعِ فَسَّرَهُ بَعْضُهُمْ بِالقَصْدِ
فَخَرَجَ غَيْرُ المَقْصُوْدِ كَكَلَام ِالنَائِمِ وَالسَّاهِي فَلَا يُسَمَّي كَلَامًا
عِنْدَ النُّحَاةِ. وَ بَعْضُهُمْ فَسَّرَهُ بِالوَضْعِ العَرَبِي فَخَرَجَ كَلَامُ
العَجَمِ كَالتُّرْكِ وَ البَرْبَرِ فَلَا يُسَمَّي كَلَامًا عِنْدَ النُّحَاةِ.
Adapun perkataan pengarang “Bil wadh’I” maka menurut sebagian
ulama nahwu maksudnya adalah “bil qashdi” (dengan maksud/kesengajaan). Karena itu
tidak termasuk kalam seperti kalamnya orang yang tengah tidur atau mengigau dan
perkataan orang lupa atau latah, maka tidak bisa dinamakan kalam menurut ahli
nahwu
مِثَالُ مَا اجْتَمَعَ فِيْهِ القُيُوْدُ الأَرْبعَةُ:
قَامَ زَيْدٌ وَ زَيْدٌ قَائِمٌ. فَالمِثَالُ الأَوَّلُ فِعْلٌ وَ فِاعِلٌ وَالثَّانِي
مُبْتَدَأٌ وَ خَبَرٌ وَكُلٌّ مِنَ المِثَالَيْنِ لَفْظٌ مُرَكَّبٌ مُفِيْدٌ بِالوَضْعِ
فَهُوَ كَلَامٌ
Contoh yang memenuhi empat syarat bagi kalam adalah “Qaama
Zaidun”, “Zaidun Qaaimun”. Contoh pertama terdiri dari fi’il dan fa’il,
sedangkan contoh kedua terdiri dari susunan mubtada’ dan khobar. Dan dua contoh
tersebut merupakan lafadz, tersusun, berfaidah, dan disengaja, maka contoh
tersebut dinamakan kalam.
0 komentar:
Post a Comment