Thursday, February 18, 2016

Filled Under:

Ringkasan Sejarah Firqah Syi'ah


Sekilas tentang Asal Usul Syiah - Ringkasan Sejarah Syi'ah - Firqah-Firqah dalam Madzhab Syi'ah - Sejarah dan Pemikiran Paham Syi'ah - Syiah berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti “cinta, penolong, pengikut” dan kata yang sepadan yang berarti memalingkan pemikiran seseorang pada faham tertentu. Syiah adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali (شيعة علي) artinya “pengikut Ali”, yang berkenaan tentang Q.S. Al-Bayyinah ayat khoirulbariyyah, saat turunnya ayat itu Rasulullah Shallallaahu `Alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai Ali kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung" (ya Ali anta wa syi'atuka humulfaaizun).”  

Mahmud Basuni mengatakan dalam bukunya, bahwa Syiah secara bahasa terdapat pula dalam firman Allah Subhaanahu Wa Ta`aala:

۞ وَإِنَّ مِن شِيعَتِهِ لَإِبْرَاهِيمَ ٣٧:٨٣


“Dan Sesungguhnya Ibrahim benar-benar Termasuk golongannya (Nuh) (Verily among those who followed his Way was Abraham).” (Q.S.Ash-Shaffat: 83).

Imam Hazm berkata, “Barangsiapa yang setuju dengan anggapan Syiah bahwa Imam Ali Radhiyallaahu `Anhu merupakan manusia paling mulia setelah Rasulullah Shallallaahu `Alaihi wa Sallam dan yang paling berhak atas kepemimpinan, demikian pula kepada anak-anaknya, maka ia merupakan orang Syiah, sekalipun ia berselisih pendapat dengan kaum Syiah dalam masalah selain itu. Tapi jika ia berselisih pendapat dengan mereka dalam masalah tersebut, maka ia bukanlah Syiah.”  

Imam Al-Fairuz berkata, bahwa “Syiah seseorang adalah pengikut dan pendukungnya. Kelompok pendukung ini bisa terdiri dari satu orang, dua orang, atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan. Pada umumnya, nama Syiah digunakan untuk semua orang yang menjadikan Imam Ali Radhiyallaahu `Anhu dan keluarganya sebagai pemimpin yang berkelanjutan secara terus-menerus (slaing mewarisi hak kepemimpinan), sehingga nama Syiah menjadi nama yang melekat bagi mereka.” 

Sedangkan Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara. Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali Ibn Abi Thalib Radhiyallaahu `Anhu merupakan sahabat paling utama diantara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau.  

Mengenai hak sayyidina Ali Radhiyallaahu `Anhu ini, kaum Syiah berpedoman pada sebuah keterangan. Di mana di dalamnya diriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallaahu `Alaihi wa Sallam berjalan di malam hari menuju Madinah. Tatkala sampai di suatu tempat dekat Juhfah, yang bernama Ghadir Khum, pada malam 18 Dzulhijjah beliau berpidato dengan memegang dan mengangkat tangan Ali sambil berkata, “Apakah saya tidak berhak kepada orang mukmin dari diri mereka?” Jawab para sahabat, “Ya, Wahai Rasulullah Shallallaahu `Alaihi wa Sallam.” Lalu Rasulullah Shallallaahu `Alaihi wa Sallam menyambung lagi, “Barangsiapa menganggap saya pemimpinnya, maka Ali juga pemimpinnya.” 

Berdasarkan riwayat di atas, maka kaum Syiah berpandangan bahwa empat Khalifah pertama merupakan khalifah yang tidak sah dan tidak wajib untuk ditaati. Sedangkan khalifah yang sah adalah Sayyidina Ali dan keturunannya. 

Seorang ulama Syiah terkemuka, Maulana Muhammad baqir Al-Majlisi mengatakan dalam kitabnya “Hayatul Qulub”, “Setelah Rasulullah Shallallaahu `Alaihi wa Sallam turun dari mimbar beliau kemudian shalat dzuhur. Setelah itu beliau pergi ke kemahnya dan beliau menyuruh mendirikan sebuah kemah untuk Amirul Mukminiin (maksudnya untuk sayyidina Ali) di samping kemah Rasul. Maka duduklah Ali dalam kemah tersebut dan Rasulullah Shallallaahu `Alaihi wa Sallam menyuruh manusia mengangkat Ali untuk menjadi Imam dan memberi salam kepada Amirul Mukminin. Laki-laki dan wanita melaksanakan perintah Rasul. Umar Radhiyallaahu `Anhu pun suka melihat hal ini serupa dengan yang lain-lain.” 

Mengenai munculnya paham Syiah, para ulama berbeda pendapat. Setidaknya terdapat lima pendapat yang menjelaskan hal ini: 

pendapat dari kalangan mutakallimin dan para penulis Syiah, yang berpendapat bahwa Syiah lahir di masa hidupnya Rasulullah Shallallaahu `Alaihi wa Sallam dan sejak semula telah berjalan sejalan dengan datangnya Islam. Mengenai hal ini, Muhammad Husain Ali Kasyif Al-Ghitha` mengatakan, bahwa orang pertama yang menabur benih Syiah dalam Islam adalah pembawa syariat Islam (Rasulullah Shallallaahu `Alaihi wa Sallam) sendiri. Beliaulah yang berkeinginan agar benih Syiah itu tertanam bersama dengan benih Islam dan menjaganya dengan siraman serta pertolongan. Sehingga benih tersebut tumbuh subur dalam masa hidup beliau (Rasulullah Shallallaahu `Alaihi wa Sallam), dan berbuah setelah wafatnya beliau.” 

Pendapat kedua mengatakan bahwa Syiah muncul pada hari Tsaqifah. Pendapat ini disandarkan atas kenyataan sekelompok sahabat pada hari itu yang mengatakan wajib kedudukan imamah atas Sayyidina Ali.

Pendapat ketiga mengatakan, bahwa Syiah muncul pada saat terbunuhnya Khalifah Usman Ibn Affan.

pendapat keempat mengatakan, bahwa Syiah muncul pada saat perang Jamal.

Pendapat terakhir mengatakan, bahwa Syiah muncul pada hari Tahkim, yaitu hari arbitrasi antara pihak Ali dan Muawiyah dalam perang Shiffin.

Dalam perjalanannya, kaum Syiah berselisih paham dengan sesama mereka dalam  berbagai masalah agama, baik dalam keyakinan maupun Fiqh, sehingga muncullah berbagai kelompok dalam Syiah, mulai dari yang berpaham ekstrim hingga yang moderat. Diantaranya: 
  1. Syiah Sabaiyah, yaitu pengikut Abdullah Ibn Saba`.
  2. Syiah Kaisaniah, yaitu Syiah pengikut Mukhtar Ibn Ubai As-Saqafi.
  3. Syiah Imamiyah, yaitu Syiah yang percaya kepada Imam-imam yang ditunjuk langsung oleh Rasulullah Shallallaahu `Alaihi wa Sallam, yaitu Sayyidina Ali hingga 12 orang keturunannya.
  4. Syiah Ismailiyah, yaitu Syiah yang percaya hanya tujuh orang Imam yang ditunjuk langsung oleh Rasulullah Shallallaahu `Alaihi wa Sallam, dari Sayyidina Ali hingga Imam Ismail Ibn Ja`far. 
  5. Syiah Zaidiyah, yaitu Syiah pengikut Imam Zaid Ibn Ali Ibn Husein Ibn Ali Ibn Abi Thalib. 
  6. Syiah Qaramithah, yaitu Syiah yang suka menafsirkan Al-Qur`an sesuka hati mereka. 
  7. dan lain sebagainya.
Banyak sekali pandangan kaum Syiah yang berbeda dengan pandangan mayoritas muslim yang berhaluan islam aswaja atau Ahlus Sunnah Wal Jama`ah. Diantara pandangan-pandangan Syiah yang popular dan berbeda dari muslim mayoritas adalah sebagai berikut:
  1. Beranggapan bahwa Rasulullah Shallallaahu `Alaihi wa Sallam memberikan wasiat agar umat Islam mengangkat Sayyidina Ali sebagai Khalifah sepeninggal beliau. 
  2. Imam adalah pengganti Rasul dalam segala hal. Karena itu Imam adalah seseorang yang maksum (tidak mempunyai dosa baik besar maupun kecil). Paham ini seringkali disebut sebagai paham `Ishmah. 
  3. Menurut kasyif Al-Ghita`, “Kaum Syiah mensyaratkan bahwa para Imam haruslah terjaga dari kesalahan, kekeliruan, seperti halnya para nabi dan Rasul. Sebab jika tidak demikian, maka keandalan mereka akan hilang. Namun demikian, kaum Syiah tetap memposisikan derajat para Imam di bawah para Nabi, namun di atas orang biasa.  
  4. Sebagian Syiah mempercayai bahwa ruh para Imam itu turun temurun, bermula dari Imam Ali turun sampai kepada keturunan beliau yang ke-12. 
  5. At-Taqiyah, yaitu menyembunyikan faham yang sebenarnya dan melahirkan yang lain daripada yang ada dalam hati. Menurut Maulana Muhammad Manzur Nu`mani, “Kitman dan Taqiyah sebagai konsekwensi logis beriman kepada imamah, sebab kedua sifat tersebut merupakan ciri khusus kaum Syiah dari mazhab lainnya….” 
  6. Ar-raj`ah, yaitu kepercayaan bahwa Rasulullah Shallallaahu `Alaihi wa Sallam, Sayyidina Ali, dan seluruh Imam akan hidup kembali ke dunia setelah lahirnya Imam Mahdi.  
  7. Dan lain sebagainya.

Dikutip dari buku, "Benarkah Al-Quran terjaga Kemurniannya?" Karya KH. Syamsuddin Asyrofi, MM.

4 komentar: