Wednesday, February 24, 2016

Filled Under:

Hukum Jual Beli tanpa Ijab Qabul dalam Islam

Hukum Jual Beli tanpa Ijab Kabul ( كتاب البيوع ) - Kupas Tuntas Hukum Jual Beli dalam Islam - Kitab Jual Beli atau Buyu' ( كتاب البيوع ) - Jual Beli dalam Islam - Pengertian Jual Beli - Menurut Sayyidi Asy-Syaikh Abu Syuja' jual beli itu ada tiga macam, yaitu:
  1. Jual beli benda yang dapat dilihat, hukumnya boleh (Bai' 'ainin Musyahadatin Fa jaaizun)
  2. Jual beli barang yang diberi sifat-sifat tertentu dan masih berada dalam tanggungan seseorang, huumnya boleh (wa bai'u syai-in maushufin fi adz-dzimmati fa jaaizun)
  3. Jual beli barang yang tidak dapat disaksikan, dan hukumnya tidak boleh (wa bai' 'ainin ghaaibin kam tusyaahid fa laa yajuuz).
 
Al-Bai' dalam bahasa arab berarti memberikan sesuatu dengan ganti sesuatu yang sebanding, sedang menurut hukum syara' berart menukarkan harta dengan harta lain yang sama-sama dapat dimanfaatkn dengan suatu ijab kabul serta menurut cara yang diperbolehkan. Dalil disyariatkan jual beli adalah al-Quran, hadits dan jima' ulama. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

و احل الله البيع و حرم الربوا

Artinya:

"Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (Q.S. Al-Baqarah: 275).

Para ulama telah jual beli itu kadang terjadi pada suatu benda yang dapat disaksikan, kadang terjadi pada sesuatu yang berada dalam tanggungan, seperti pesanan, dan kadang terjadi pada suatu benda yang dapat disaksikan, kadang terjadi pada sesuatu yang berada dalam tanggungan, seperti pesanan, dan kadang terjadi pada suatu yang tidak dapat disaksikan.

Bila terjadi suatu akad jual beli terhadap suatu benda yang dapat dilihat dengan menggunakan suatu ungkapan yang mencakup keduanya, maka akadnya dianggap sah. Namun apabila tidak seimbang maka tidak sah. 

Rukun akad ada tiga, yaitu:
  1. Aqid, yaitu orang yang melakukan akad, meliputi penjual dan pembeli
  2. Sighat, yaitu ijab dan kabul
  3. Ma'qud 'alaih, yaitu barang yang dijual atau dibeli dengan syarat-syarat tertentu 
Pertama, memiliki kemampuan atau keahlian. Jual beli yang dilakukan anak kecil, orang gila atau orang bodoh maka hukumnya tidak sah

Kedua, tidak terpaksa. Jual beli orang yang dipaksa hukumnya tidak sah, kecuali jika pemaksaan itu memang diharuskan. Misalnya, orang yang dipaksa oleh seorang hakim untuk menjual hartanya guna menutup hutang, atau dipaksa membeli barang yang sudah dipesan, maka jual belinya sah. Sebab, pemaksaan itu dibenarkan oleh syariat. Menurut sebagian pendapat, jual beli yang dilakukan oleh orang mabuk hukumnya adalah sah.

Sighat atau ijab kabul adalah seperti ucapan penjual, "Aku menjual" atau "kuk milikkan", dan lain sebagainya. Lantas pembeli berkata, "Aku beli" atau "aku terima". Dalam hal ini tidak disyariatkan adanya ungkapan yang sama. Seandainya penjual berkata, "Aku milikkan barang ini padamu dengan harga sekian", dan pembeli berkata, "Aku beli" atau sebaliknya, maka hukumnya sah.

Sebagaimana disyaratkannya ijab dan kabul, disyaratkan pula agar keduanya tidak terpisah terlalu lama, adakalanya agar niat antara penjual dan pembeli itu tetap sama. Atau boleh terpisah oleh waktu yang sebentar, sebab kalau terlalu lama akan merugikan. Sebab, perpisahan yang lama dapat mengeluarkan kabul dari rangkaian jawaban. Yang dimaksud dengan lama adalah masa yang dapat memalingkan jawaban dari kabul atau penerimaan. Demikian penjelasan imam Nawawi dalam tamabhan kitab Raudhah pada bab nikah.

Hukum Jual Beli tanpa Ijab Kabul sebagaimana Kebiasaan Saat ini

Bila ijab dan kabul tidak diucapkan dalam jual beli, tapi cukup dengan saling memberi sebagaimana banyak ditemui dan menjadi kebiasaan saat ini, maka ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Berikut penjelasannya:

  1. Kelompok ulama dalam kitab asal Raudhah berpendapat bahwasanya jual beli seperti itu tidak sah, karena tidak ada sighat
  2. Ibnu Syiraj mengeluarkan pendapat bahwa jual belia tersebut boleh, namun hanya sebatas pada jual beli untuk yang kecil-kecil saja, seperti yang difatwakan imam Rauyani. Misalnya seperti membeli sepotong roti, dan sebagainya
  3. Imam Malik berkata, "Jual beli tersebut sah dengan segala cara yang orang kebanyakan menganggapnya jual beli." Imam Subbagh menganggapnya pendapat yang baik
  4. Imam Nawawi berpendapat, "Saya berpendapat bahwa pendapat yang dianggap baik oleh Ibnu Shubbagh adalah pendapat yang tepat alasannya." Itulah pendapat yang dipilih, karena bila hukum syariat tidak mensyaratkan ucapan, maka wajib kembali kepada kebisaan seperti hukum lainnya. Pendapat inilah yang dipilih oleh Mutawalli dan Baghawi serta para ulama lainnya.
 Menurut pengarang kitab kifayatul Akhyar, diantara hal yang sudah menggejala adalah menyuruh anak kecil untuk membeli beberapa kebutuhan. Masalah seperti ini sudah biasa di beberapa negara, sebagai akibat dari keterpaksaan. Maka pantas kiranya jika menyuruh anak kecil untuk membeli itu disamakan dengan model saling memberi, apabila hukum sudah berjalan bersamaan dengan kebiasaan. Pada pokoknya, saling rela adalah tujuan utama jual beli."

Akad menggunakan sighat itu bisa menghindarkan seseorang dari memakan harta orang lain, karena sighat itu menunjukkan kerelaan. Bila ditemukan suatu pemahaman di mana untuk pemahaman itu sighat harus dilaksanakan, maka sebaiknya model saling memberi itulah yang dipakai sebagai pedoman. Dengan syarat harga barang yang diambil harus seimbang. 

6 komentar:

  1. Asalamualaikum, berarti selama ini saya melakukan jual beli kalau tidak ijab qobul itu barang yang di belinya haram atau apa ya.?

    ReplyDelete
    Replies
    1. tidak haram...kalau halal ya halal..itu sudah dijelaskan ada perbedaan pendapat

      Delete
  2. BW kang mas, terima kasih sudah berbagi ilmu, saya jadi lebih memahami karena artikel disini.

    ReplyDelete
  3. kalau saya tidak salah tidak syah ya mas

    ReplyDelete