Thursday, January 14, 2016

Filled Under:

Khutbah Jumat: Perbedaan sebagai Rahmat

www.majeliswalisongo.com - Khutbah Jumat: Perbedaan sebagai Rahmat dalam Hidup Berbangsa dan Bernegara . Berikut ini kami sajikan khutbah jumat terbaru. Semoga bermanfaat.

PERBEDAAN SEBAGAI RAHMAT DALAM HIDUP BERBANGSA DAN BERNEGARA

الحَمْدُ للهِ الوَاحِدِ الَّذِي لَا يَتَبَعَّضُ مِنَ الأَعْدَادِ. الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَتَّصِلُ بِغَايَةٍ وَلَا نَفَاد. الحَيِّ الَّذِي لَا يَدْخُلُ تَحْتَ الكَوْنِ وَالفَسَاد. اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَي نَبِيِّكَ المَبْعُوْثِ اِلَي الثَّقَلَيْنِ الجِنِّ وَالنَّاسِ مُحَمَّدٍ وَعَلَي اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. اَمَّا بَعْدُ: فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْن. قَالَ تَعَالَي: يَااَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَ اُنْثَي وَ جَعَلْنَكُمْ شُعُوْبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا. اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ اَتْقَكُمْ. اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ. 

Hadirin jamaah shalat jumat yang saya muliakan

Berangkat dari keperihatinan melihat negeri ini, barangali kita perlu sekali untuk sedikit meluangkan waktu kita untuk merenung mengenai apa yang sebenarnya tengah terjadi yang menyebabkan konflik antaranak bangsa, munculnya gerakan sparatisme, krisis ekonomi, dan terutama krisis moral yang seringkali muncul akibat sebuah perbedaan. Bukankah suatu hal yang wajar apabila kita memang berbeda-beda, entah itu berbeda suku, ras, budaya ataupun agaa ? Bukankah kita telah ditakdirkan oleh Allah ta’ala untuk hidup di dunia fana ini dalam suhu perbedaan yang tinggi ? Namun kenapa perbedaan tersebut seringkali menjadi alasan untuk bermusuhan dan menyakiti satu sama lain ? barangkali pertanyaan-pertanyaan ini yang perlu kita renungkan bersama-sama untuk kemudian diambil jawaban serta solusinya.

Hadirin sidang jumat yang saya muliakan

Sebetulnya islam datang dengan seperangkat ajaran yang mencerahkan dan menuntun umat manusia ke jalan kebenaran dan keberuntungan di dunia dan akhirat. Termasuk dalam menyikapi perbedaan, islam pun telah memberikan kaidah dan ajaran yang tegas, jelas, dan sempurna muatan kebenarannya. Mari kita lihat did ala al-Quran mengenai konsep bangsa yang seringkali menggunakan kata sya’ab, qaum atau ummah. Allah berfirman dalam surah al-Hujurat ayat 13:

يَااَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَ اُنْثَي وَ جَعَلْنَكُمْ شُعُوْبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا. اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ اَتْقَكُمْ. اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْر.

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujurat: 13).

Ayat di atas secara jelas menyebutkan bahwasanya tujuan Allah Ta’ala menciptakan manusia menjadi berbagai macam suku-bangsa tiada lain agar manusia saling mengenal, dan tidaklah manusia itu dapat saling kenal-mengenal kecuali dengan jalan saling menghormati, menyayangi dan memuliakan yang muaranya untuk menciptakan kehidupan yang damai dan sejahtera.

Hadirin siding jumat yang dimuiakan Allah

Dalam kehidupan brbangsa dan bernegara tidaklah dibenarkan merasa superior, apalagi inferior, dan tidak pula dibenarkan untuk mengunggulkan golongan atau kelompoknya dengan menonjolkan keberhasilan, kelebihan dan menghina orang lain yang terlihat jauh di bawah derajatnya. Sebab dengan beragamnya kelompok memungkinkan untuk saling melengkapi kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam konteks keindonesiaan, konsep bhineka tunggal ika merupakan konsep kebangsaan yang bagus dan perlu dikritisi dan dikembangkan. Sebab konsep ini mengharuskan kita untuk menghargai perbedaan, menghormati identitas agama dan budaya masing-masing dalam kerangka hidup bersama. Namun pada kenyataannya selama ini adalah terlalu mementingkan persatuan (ika) dengan mengesampingkan identitas agama, budaya, suku adat yang dimiliki masing-masing warga Negara sebagai perbedaan atau kemajemukan (bhineka/pluralism). Padahal hal semacam ini diingatkan oleh Allah dalam al-Quran surah al-Hujurat ayat 11 berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Hujurat: 11).

Demikianlah melalui ayat di atas Allah telah memberikan pengajaran kepada umat manusia untuk menjaga hubungan horizontal (habluminannas) yang lebih baik. Dan kalau melihat perjalanan bangsa Indonesia sekarang ini memang cukup memprihatinkan, terancamnya persatuan dan kesatuan, kebersamaan, mementingkan golongannya masing-masing. Maka sudah selayaknya untuk kembali kepada jiwa proklamasi dan sumpah pemuda yang dijunjung tinggi tiap tahun agar tetap menjaga kesatuan bangsa.

Jamaah siding jumat yang dimuliakan Allah

Dalam sebuah bangsa yang seringkali muncul masalah yang membuat disintegrasi bangsa dan berlaku menyimpang hendaknya ada segolongan orang yang mengingatkan dan mengajak kepada jalan yang benar. Seperti firman Allah dalam al-Quran surah Ali Imran ayat 13:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ 

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran: 104).

Setiap perjalanan bangsa selalu saja memiliki masalah dan gejala yang menjadi faktor integrasi dan faktor disintegrasi. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana tetap bisa mengkondisikan faktor integrasi berupa persatuan bangsa dan mencegah faktor disintegrasi sebagai pemecah belah.
Untuk menuju kea rah sana, ada beberapa hal yang kiranya perlu dilakukan, yaitu:

  1. Adanya pemerataan dan demokratisasi baik di bidang politik, ekonomi dan sosial yang memberikan peluang setiap komponen untuk berpartisipasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Atau dengan kata lain, setiap warga Negara bisa mendapatkan dan merasakan pembagian kue pembangunan.
  2. Adanya penegakan hukum atau law inforcement yang jujur dan adil. Hukum yang tanpa pandang bulu baik pelakunya pejabat, orang besar, rakyat biasa, ataupun orang kecil, sehingga bisa menjamin bahwa setiap warga Negara sama di depan hukum
Dengan demikian diharapkan adapat memberikan peluang yang sama dan bersaing secara fair dan akhirnya tidak menimbulkan kecemburuan sosial-politik. Dan tidak kalah pentingnya yaitu penegakan amar ma’ruf dan nahi munkar yang artinya mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran sebagai upaya penerapan akhlakul karimah.

Dalam konteks yang luas, yaitu adanya keseimbangan antara pembangunan fisik dan mental-spiritual,artinya disamping membangun yang berwujud materi seperti gedung, jalan jembatan, juga membangun manusia yang sehat jasmani dan spiritualnya, bagus akhlak-moralnya, yang dalam istilah pendidikan ada tiga aspek yang perlu dikembangkan dalam diri manusia, yaitu aspek afektif (Sikap), psikomotorik (ketrampilan) dan kognitif (pengetahuan). Jadi meminjam istilah Prof. Mukti Ali, berupa pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya.

Jamaah shalat jamaah yang berbahagia

Barangkali inilah konsep masyarakat yang dicontohkan nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam pada waktu di Madinah, yang sekarang dikenal menjadi masyarakat madani atau civil society. Yaitu masyarakat yang berperadaban yang menghargai perbedaan dan kemajemukan dan bisa saling bekerjasama demi kemaslahatan bersama dalam kehidupan yang tentram dan damai. Kalau bisa memahami perbedaan dan kemajemukan dan mampu memanfaatkan demi kebaikan dalam hidup bersama, maka disitulah perbedaan menjadi rahmat Allah Ta’ala pada makhlukNya. Aamiin

جَعَلَنَا اللهُ وَ اِيَّاكُمْ مِنَ الفَائِزِيْنَ الأَمِنِيْنَ وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْن. اَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ العَظِيْم

2 komentar:

  1. Waaaah khutbah jum'atnya benar menggugah hati kang :) Memang sudah sepantasnya kita berupaya untuk mencegah kemungkaran.

    ReplyDelete