www.majeliswalisongo.com - H. Muthahar: Penyelamat Bendera Merah Putih yang Masih Keturunan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam - Dalam sejarah perjuangan Indonesia, mungkin namanya masih kalah tenar dengan para pejuang lainnya semisal Jenderal Soedirman, Bung Tomo, dan pejuang lainnya. Namun apabila kita telusuri sepak terjangnya, maka bisa dikatakan bahwasanya ia merupakan pahlawan besar yang peranannya tidak dapat dipandang sebelah mata. Ia merupakan salah satu kepercayaan Bung Karno yang diberi tugas khusus menyelamatkan Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. Siapakah dia ? Siapa lagi kalau bukan H. Muthahar.
H. Muthahar, begitu mungkin kebanyakan masyarakat mengenalnya. Namun siapa sangka ternyata beliau merupakan seorang Sayyid atau seorang Habib yang berarti masih membawa darah keturunan semulia-mulianya makhluk, yaitu Kanjeng Rasul Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Nama lengkap beliau Habib Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad Al-Muthahar yang kemudian lebih dikenal dengan H. Muthahar.
Menurut KH. Achmad Chalwani Nawawi, seornag ulama besar dari Purworejo, Jawa Tengah, Pengasuh Ponpes An-Nawawi Berjan, gebang, Purworejo, yang juga seorang mursyid thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, Habib Muhammad Husein Muthahar yang merupakan sang penyelamat bendera pusaka ini merupakan paman dari seorang ulama besar Semarang, yaitu Habib Umar Muthahar.
Habib Muhammad Husein Muthahar lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada tanggal 5 Agustus 1916 masehi dan meninggal di Jakarta, 9 Juni 2004 masehi pada umur 87 tahun.
H. Muthahar sejak kecil telah mengenam pendidikan formal. Pada tahun 1934 ia tamat dari MULO B, dan pada 1938 masehi ia tamat dari AMS A-I.
Pada tahun 1945 masehi, H. Muthahar bekerja sebagai sekretartis Panglima Angkatan Laut Republik Indonesia di Yogyakarta, yang dikemudian hari diangkat menjadi pegawai tinggi Sekretariat Negara di Yogyakarta pada tahun 1947 masehi.
Pada periode 1946-1947 masehi, H. Muthahar pernah mengenyam pendidikaan setahun di fakultas hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Karena kemampuannya dalam berbagai bidang, salah satunya kemampuan menguasai enam bahasa asing secara aktif, maka pada 1969 sampai 1973 masehi H. Muthahar diberi mandat untuk menjadi duta besar Republik Indonesia di Tahta Suci Vatikan.
Adapun jabatan terakhir yang disandangnya adalah sebagai Pejabat Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri pada tahun 1974 masehi.
Sebagai seorang yang religius, H. Muthahar dikenal sebagai anti komunis. Selain itu, ia seorang tokoh utama dalam gerakan pramuka. Ia juga aktif sebagai pembina paskibraka atau pasukan pengibar bendera pusaka yang dikenal beranggotan para pelajar dari berbagai penjuru di Indonesia yang bertugas untuk mengibarkan bendera pusaka dalam setiap upacara peringatan HUT RI.
Bisa dikatakan, andai tidak karena peran H. Muthahar, mungkin bendera pusaka Merah Putih tidak akan bisa bertahan hingga sampai sekarang ini. Mungkin saja bendera pusaka sudah direbut penjajah dan hilang tak diketahui lagi rimbanya. Namun, dengan izin Allah ta'ala, salah satu keturunan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang bernama Habib Muhammad Husein Muthahar tampil ke depan untuk menjaga "barang paling berharga" yang dimiliki bangsa Indonesia itu. Di pundaknyalah, tugas terberat untuk menjaga keselamatan bendera pusaka dipikul. Dan dengan seluruh jerih payahnya, akhirnya bendera pusaka selamat dari tangan kotor para penjajah, hingga generasi kita masih dapat menjumpai bendera pusaka tersebut.
Lalu bagaimanakah ceritanya, hingga Habib Husein Muthahar mendapatkan mandat dan tugas untuk menjaga benda pusaka tersebut ? Nah, berikut ini ceritnya:
Bendera pusaka sang saka merah putih yang dimaksud di sini adalah bendera pusaka yang dikibarkan pada proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pata tanggal 17 Agustus tahun 1945 masehi di jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Bendera pusaka ini sendiri dibuat dan dijahit oleh salah satu istri Bung Karno yang bernama Ibu Fatmawati.
Bendera pusaka Sang Saka Merah Putih dikibarkan sesaat setelah Bung Karno, presiden pertama Republik Indonesia dan Sang Proklamator, membacakan teks proklamasi di depan masyarakat Indonesia. Saat itu yang menaikkan bendera pusaka di atas tiang bambu adalah pasukan pengibar bendera pusaka atau Paskibraka yang dipimpin oleh Kapten Latief Hendraningrat.
Pada sekitar tanggal 4 Januari 1946, penjajah Belanda melakukan serangkaian aksi teror yang sangat intensif yang kemudian memaksa Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta untuk meninggalkan Jakarta guna hijrah ke Yogyakarta. Dalam perjalanan hijrahnya ini, bendera pusaka dibawa serta dimasukkan dalam kper pribadi Bung Karno.
Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda makin kuat melancarkan terornya yang kemudian berhasil menawan presiden dan wakil presiden serta beberapa pejabat tinggi Indonesia. Nah, pada saat yang sangat genting ini, di Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta, Bung Karno sempat memanggil salah satu ajudannya yang berpangkat mayor bernama Sayyidi al-Habib Muhammad Husein Muthahar. Kepada ajudan kesayangannya ini, Bung Karno memberikan tugas yang sangat berat sekali, yaitu untuk menjaga dan menyelamatkan bendera pusaka sang saka merah putih. Penyelamatan bendera pusaka ini sangat penting untuk dilakukan, agar generasi mendatang dapat melihat bukti sejarah terbesar bangsa ini. Karena itulah, tugas penyelamatan ini menjadi sangat penting dan merupakan salah satu bagian aksi heroik dari sejara perjuangan Indonesia sehingga Sang Saka Merah Putih tetap berkibar di persada bumi Indonesia ini.
Kepada Habib Husein Muthahar, Presiden Soekarno berkata sebagai berikut,
“Apa yang terjadi terhadap diriku, aku sendiri tidak tahu. Dengan ini aku memberikan tugas kepadamu pribadi. Dalam keadaan apapun juga, aku memerintahkan kepadamu untuk menjaga bendera kita dengan nyawamu. Ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Di satu waktu, jika Tuhan mengizinkannya engkau mengembalikannya kepadaku sendiri dan tidak kepada siapa pun kecuali kepada orang yang menggantikanku sekiranya umurku pendek. Andaikata engkau gugur dalam menyelamatkan bendera ini, percayakanlah tugasmu kepada orang lain dan dia harus menyerahkannya ke tanganku sendiri sebagaimana engkau mengerjakannya.”
Mendengar perkataan dan juga tugas berat yang diberikan kepada Bung Karno, Habib Husein terdiam sejenak dan memejamkan matanya. Beliau berfikir sejenak kemudian berdoa memohon kekuatan dan petunjuk kepada Allah ta'ala, Tuhan Seluruh semesta Alam. Bagaimana tidak, apa yang harus dia pikul itu bukanlah sebuah tugas enteng, melainkan sebuah tugas yang teramat besar, sebab terkait dengan perjalanan sejarah besar bangsa Indonesia. Salah sedikit, bukan tidak mungkin ia akan mencederai sejarah besar tersebut dan artinya tentu saja kegagalan besar dan pasti tidak akan ada ujung pangkalnya untuk penyesalan di kemudian hari. Namun, karena harus bertindak cepat, Habib Husein Akhirnya menerima tugas berat tersebut dan dibahunyalah kini bendera pusaka merah putih itu dipertaruhkan.
Setelah menerima bendera pusaka, Habib Husein Muthahar kemudian segera putar otak mencari jalan terbaik untuk menyembunyikan bendera pusaka tersebut. Setelah beberapa saat berfikir keras, beliau kemudian memutuskan untuk membagi bendera pusaka menjadi dua bagian dengan mencabut benang jahitan yang menyatukan keua bagian merah dan putih tersebut. Dengan bantuan dari Ibu perna Dinata, akhirnya kedua carik kain merah dan putih itupun berhasil dipisahkan dengan baik dan tanpa meninggalkan kerusakan. Setelah itu oleh Habib Husein, kedua kain yang telah dipisahkan itu diselipkan di dasar tas terpisah miliknya bercampur dengan pakaian dan perlengkapan sehari-hari miliknya. Saat itu Habib Husein sangat tegang namun beliau pun pasrah dan tawakal kepada Allah ta'ala terhadap segala kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi pada dirinya. yang ada dalam pikiran beliau waktu itu hanya satu, bagaimana caranya supaya bendera pusaka merah putih itu tidak dikenali oleh penjajah Belanda.
Tidak selang beberapa lama setelah Bung Karno memberikan tugas kepada Habib Husein untuk menjaga dan menyelamatkan bendera pusaka, tersiar kabar bahwa Presiden Soekarno ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Prapat, sebuah kota kecil di pinggiran danau Toba sebelum kemudian dipindahkan ke Muntok, Bangka. Adapun Wakil Presiden Moh. Hatta langsung dibawa ke Bangka.
Nasib yang sama juga diterima oleh Habib Husein dan beberapa staf kepresidenan lainnya. Beliau juga ikut ditangkap dan diangkut dengan pesawat Dakota. Beliau kemudian dibawa dan di tahan di Semarang, ibukota provinsi Jawa Tengah saat ini.
Pada saat menjadi tahanan kota, Habib Husein Muthahar berhasil melarikan diri dengan menumpang kapal laut. Beliau kemudian pergi ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta, Habib Husein menginap di rumah perdana menteri Sutan Syahrir yang pada saat Belanda menyerang Jakarta tidak ikut mengungsi ke Yogyakarta.
Setelah beberapa hari di rumah Perdana Menteri Sutan Syahrir, Habib Husein Muthahar kemudian mengontrak rumah di Jl. Pegangsaan Timur 43, tepatnya di rumah Bapak Raden Said Seokanto Tjokrodiatmodjo yang saat itu merupakan Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang pertama. Selama berada di Jakarta ini Habib Husen Muthahar berusaha mencari berbagai cara untuk menyelamatkan bendera pusaka dan menyerahkan kembali bendera tersebut ke tangan Bung Karno.
Pada sekitar pertengahan Juni tahun 1948 masehi, Habib Husein akhirnya mendapat berita pemberitahuan dari Sudjono yang tinggal di Oranje Boulevard yang sekarang menjadi jalan Diponegoro jakarta. Isi dari pemberitahuan itu tiada lain bahwa Habib Husein mendapatkan surat langsung dari Presiden Soekarno yang secara khusus ditujukan kepadanya.
Setelah menerima surat tersebut, Habib Husein segera membacanya dan ternyata berisi perintah dari yang mulia presiden Soekarno untuk segera menyerahkan kembali bendera pusaka yang dibawanya dari Yogyakarta kepada Sudjono agar dapat dibawa ke Bangka. Adapun alasan mengapa Bung Karno tidak memerintahkan Habib Husein untuk menyerahkan langsung bendera pusaka tersebut tapi mengutus Sudjono agar membawanya langsung kepadanya adalah karena Sudjono waktu itu merupakan salah satu anggota delegasi Republik Indonesia dalam perundingan dengan Belanda di bawah pengawasan UNCI atau United Nations Comittee For Indonesia yang punya hak untuk mengunjungi dan bertemu dengan Presiden Soekarno. Adapun Habib Husein hanyalah ajudan dan iapun sebetulnya pelarian dari tahanan kota di Semarang yang tentu saja tidak memiliki akses untuk menemui Presiden Soekarno. Akhirnya, bendera itu kemudian diserahkan kepada Sudjono untuk diteruskan kepada Presiden Soekarno.
Namun sebelum diserahkan, Habib Husein berusaha keras untuk menyatukan kembali kedua helai kain merah putih menjadi bendera sang saka merah putih seperti semula. Untuk melakukannya, beliau kemudian meminjam mesin jahit tangan milik seorang istri dokter yang beliau sendiri lupa namanya. Bendera pusaka yang tadinya terpisah dijahit persis mengikuti lubang bekas jahitan tangan ibu Fatmawati. Namun sayang, walaupun telah dilakukan dengan sangat hati-hati sekali dan penuh kecermatan, namun tetap saja tidak luput dari kesalahan. Ada sekitar dua centimeter kesalahan jahit dari ujungnya. Demikianlah, manusia bagaimanapun tetaplah manusia yang tidak pernah luput dari kesalahan dan tidak memiliki kesempurnaan. Hanya Allah lah yang Maha Sempurna.
Setelah selesai dijahit, bendera pusaka sang saka merah putih itu kemudian dibungkus koran agar tidak mencurigakan dan selanjutnya diserahkan kepada Sudjono yang kemudian dilanjutkan kepada Bung Karno. Dan dengan itu pula, tugas berat yang dipikul oleh Habib Husein selesai sudah. Sebagaimana amanat yang diberikan kepadanya dahulu, bahwa ia harus menjaga bendera pusaka itu sebaik-baiknya dan apabila suatu ketika presiden memerintahkan seseorang untuk mengambil bendera itu maka selesailah tugas penyelamatan yang dilakukan habib Husein Muthahar. Sejak saat itulah beliau tidak lagi menangani masalah pengibaran bendera pusaka.
Setelah melewati berbagai tantangan dan perjuangan panjang, akhirnya pada tanggal enam Juli 1949 masehi, Bung Karno dan Bung Hatta kembali dari pengasingannya di Bangka ke Yogyaakarta. Dalam kepulangannya itu, Bendera pusaka juga ikut dibawa serta sebagai salah satu tonggak sejarah kemerdekaan Indonesia yang amat penting. Kemudian, pada tanggal 17 Agustus 1949 masehi, bendera pusaka berkibar dengan gagahnya lagi di halaman istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
Pada 27 Desember tahun 1949 masehi Presiden Soekarno kembali ke Jakarta untuk memangku jabatan Presiden Republik Indonesia Serikat atau RIS setelah naskah kedaulatan Indonesia ditandatangani. Jakarta kemudian kembali menjadi Ibu Kota Negara setelah kurang lebih empat tahun ditinggalkan. Dan untuk kali pertama sejak kembalinya Jakarta sebagai Ibu Kota RI, bendera pusaka dikibarkan lagi pada upacara proklamasi 17 agustus tahun 1950 masehi. Namun karena mengingat usia dari bendera pusaka yang kian hari kian rapuh, maka sejak tahun 1968 bendera pusaka tidak dinaikkan lagi. Sebagai gantinya yang dinaikkan adalah replika bendera pusaka yang terbuat dari kain sutera.
Pada tahun 1968 masehi inilah Habib Husein Muthahar dipercaya untuk membentuk Paskibraka atau organisasi mahasiswa pasukan pengibar bendera pusaka (Bendera Pusaka Flag Hoisting Troop). Selain itu, beliau juga mendapat mandat untuk menyusun tata cara pengibaran bendera pusaka. Dan atas jasa serta jerih payahnya inilah beliau kemudian mendapatkan julukan sebagai Bapak Paskibraka Indonesia.
Selain dikenal sebagai penyelamat bendera pusaka dan sebagai bapak Paskibraka Indonesia, Habib Husein Muthahar juga dikenal sebagai seorang komponis lagu Indonesia. Melalui tangan dinginnya ratusan lagu Indonesia berhasil diciptakan. Sebagai contoh lagu nasional Hari Merdeka, Hymne Pramuka, Hymne Syukur, Dirgahayu Indonesiaku dan lain sebagainya. Beliau juga dikenal mengarang beberapa lagu anak seperti Gembira, Mari Tepuk, Tepuk Tangan Silang-Silang dan lain sebagainya.
Menurut KH. Achmad Chalwani Nawawi, seornag ulama besar dari Purworejo, Jawa Tengah, Pengasuh Ponpes An-Nawawi Berjan, gebang, Purworejo, yang juga seorang mursyid thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, Habib Muhammad Husein Muthahar yang merupakan sang penyelamat bendera pusaka ini merupakan paman dari seorang ulama besar Semarang, yaitu Habib Umar Muthahar.
Masa Kecil, Pendidikan dan Karier Habib Husein Muthahar
Habib Muhammad Husein Muthahar lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada tanggal 5 Agustus 1916 masehi dan meninggal di Jakarta, 9 Juni 2004 masehi pada umur 87 tahun.
H. Muthahar sejak kecil telah mengenam pendidikan formal. Pada tahun 1934 ia tamat dari MULO B, dan pada 1938 masehi ia tamat dari AMS A-I.
Pada tahun 1945 masehi, H. Muthahar bekerja sebagai sekretartis Panglima Angkatan Laut Republik Indonesia di Yogyakarta, yang dikemudian hari diangkat menjadi pegawai tinggi Sekretariat Negara di Yogyakarta pada tahun 1947 masehi.
Pada periode 1946-1947 masehi, H. Muthahar pernah mengenyam pendidikaan setahun di fakultas hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Sayyidil Habib Husein Muthahar |
Karena kemampuannya dalam berbagai bidang, salah satunya kemampuan menguasai enam bahasa asing secara aktif, maka pada 1969 sampai 1973 masehi H. Muthahar diberi mandat untuk menjadi duta besar Republik Indonesia di Tahta Suci Vatikan.
Adapun jabatan terakhir yang disandangnya adalah sebagai Pejabat Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri pada tahun 1974 masehi.
Sebagai seorang yang religius, H. Muthahar dikenal sebagai anti komunis. Selain itu, ia seorang tokoh utama dalam gerakan pramuka. Ia juga aktif sebagai pembina paskibraka atau pasukan pengibar bendera pusaka yang dikenal beranggotan para pelajar dari berbagai penjuru di Indonesia yang bertugas untuk mengibarkan bendera pusaka dalam setiap upacara peringatan HUT RI.
Perjuangan Habib Muhammad Husein Muthahar dalam Memperjuangkan dan Menjaga Kemerdekaan Indonesia
Bisa dikatakan, andai tidak karena peran H. Muthahar, mungkin bendera pusaka Merah Putih tidak akan bisa bertahan hingga sampai sekarang ini. Mungkin saja bendera pusaka sudah direbut penjajah dan hilang tak diketahui lagi rimbanya. Namun, dengan izin Allah ta'ala, salah satu keturunan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang bernama Habib Muhammad Husein Muthahar tampil ke depan untuk menjaga "barang paling berharga" yang dimiliki bangsa Indonesia itu. Di pundaknyalah, tugas terberat untuk menjaga keselamatan bendera pusaka dipikul. Dan dengan seluruh jerih payahnya, akhirnya bendera pusaka selamat dari tangan kotor para penjajah, hingga generasi kita masih dapat menjumpai bendera pusaka tersebut.
Lalu bagaimanakah ceritanya, hingga Habib Husein Muthahar mendapatkan mandat dan tugas untuk menjaga benda pusaka tersebut ? Nah, berikut ini ceritnya:
Bendera pusaka sang saka merah putih yang dimaksud di sini adalah bendera pusaka yang dikibarkan pada proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pata tanggal 17 Agustus tahun 1945 masehi di jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Bendera pusaka ini sendiri dibuat dan dijahit oleh salah satu istri Bung Karno yang bernama Ibu Fatmawati.
Bendera pusaka Sang Saka Merah Putih dikibarkan sesaat setelah Bung Karno, presiden pertama Republik Indonesia dan Sang Proklamator, membacakan teks proklamasi di depan masyarakat Indonesia. Saat itu yang menaikkan bendera pusaka di atas tiang bambu adalah pasukan pengibar bendera pusaka atau Paskibraka yang dipimpin oleh Kapten Latief Hendraningrat.
Habib Husein Muthahar dikenal dengan H. Muthahar |
Pada sekitar tanggal 4 Januari 1946, penjajah Belanda melakukan serangkaian aksi teror yang sangat intensif yang kemudian memaksa Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta untuk meninggalkan Jakarta guna hijrah ke Yogyakarta. Dalam perjalanan hijrahnya ini, bendera pusaka dibawa serta dimasukkan dalam kper pribadi Bung Karno.
Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda makin kuat melancarkan terornya yang kemudian berhasil menawan presiden dan wakil presiden serta beberapa pejabat tinggi Indonesia. Nah, pada saat yang sangat genting ini, di Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta, Bung Karno sempat memanggil salah satu ajudannya yang berpangkat mayor bernama Sayyidi al-Habib Muhammad Husein Muthahar. Kepada ajudan kesayangannya ini, Bung Karno memberikan tugas yang sangat berat sekali, yaitu untuk menjaga dan menyelamatkan bendera pusaka sang saka merah putih. Penyelamatan bendera pusaka ini sangat penting untuk dilakukan, agar generasi mendatang dapat melihat bukti sejarah terbesar bangsa ini. Karena itulah, tugas penyelamatan ini menjadi sangat penting dan merupakan salah satu bagian aksi heroik dari sejara perjuangan Indonesia sehingga Sang Saka Merah Putih tetap berkibar di persada bumi Indonesia ini.
Kepada Habib Husein Muthahar, Presiden Soekarno berkata sebagai berikut,
“Apa yang terjadi terhadap diriku, aku sendiri tidak tahu. Dengan ini aku memberikan tugas kepadamu pribadi. Dalam keadaan apapun juga, aku memerintahkan kepadamu untuk menjaga bendera kita dengan nyawamu. Ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Di satu waktu, jika Tuhan mengizinkannya engkau mengembalikannya kepadaku sendiri dan tidak kepada siapa pun kecuali kepada orang yang menggantikanku sekiranya umurku pendek. Andaikata engkau gugur dalam menyelamatkan bendera ini, percayakanlah tugasmu kepada orang lain dan dia harus menyerahkannya ke tanganku sendiri sebagaimana engkau mengerjakannya.”
Mendengar perkataan dan juga tugas berat yang diberikan kepada Bung Karno, Habib Husein terdiam sejenak dan memejamkan matanya. Beliau berfikir sejenak kemudian berdoa memohon kekuatan dan petunjuk kepada Allah ta'ala, Tuhan Seluruh semesta Alam. Bagaimana tidak, apa yang harus dia pikul itu bukanlah sebuah tugas enteng, melainkan sebuah tugas yang teramat besar, sebab terkait dengan perjalanan sejarah besar bangsa Indonesia. Salah sedikit, bukan tidak mungkin ia akan mencederai sejarah besar tersebut dan artinya tentu saja kegagalan besar dan pasti tidak akan ada ujung pangkalnya untuk penyesalan di kemudian hari. Namun, karena harus bertindak cepat, Habib Husein Akhirnya menerima tugas berat tersebut dan dibahunyalah kini bendera pusaka merah putih itu dipertaruhkan.
Setelah menerima bendera pusaka, Habib Husein Muthahar kemudian segera putar otak mencari jalan terbaik untuk menyembunyikan bendera pusaka tersebut. Setelah beberapa saat berfikir keras, beliau kemudian memutuskan untuk membagi bendera pusaka menjadi dua bagian dengan mencabut benang jahitan yang menyatukan keua bagian merah dan putih tersebut. Dengan bantuan dari Ibu perna Dinata, akhirnya kedua carik kain merah dan putih itupun berhasil dipisahkan dengan baik dan tanpa meninggalkan kerusakan. Setelah itu oleh Habib Husein, kedua kain yang telah dipisahkan itu diselipkan di dasar tas terpisah miliknya bercampur dengan pakaian dan perlengkapan sehari-hari miliknya. Saat itu Habib Husein sangat tegang namun beliau pun pasrah dan tawakal kepada Allah ta'ala terhadap segala kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi pada dirinya. yang ada dalam pikiran beliau waktu itu hanya satu, bagaimana caranya supaya bendera pusaka merah putih itu tidak dikenali oleh penjajah Belanda.
Tidak selang beberapa lama setelah Bung Karno memberikan tugas kepada Habib Husein untuk menjaga dan menyelamatkan bendera pusaka, tersiar kabar bahwa Presiden Soekarno ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Prapat, sebuah kota kecil di pinggiran danau Toba sebelum kemudian dipindahkan ke Muntok, Bangka. Adapun Wakil Presiden Moh. Hatta langsung dibawa ke Bangka.
Nasib yang sama juga diterima oleh Habib Husein dan beberapa staf kepresidenan lainnya. Beliau juga ikut ditangkap dan diangkut dengan pesawat Dakota. Beliau kemudian dibawa dan di tahan di Semarang, ibukota provinsi Jawa Tengah saat ini.
Pada saat menjadi tahanan kota, Habib Husein Muthahar berhasil melarikan diri dengan menumpang kapal laut. Beliau kemudian pergi ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta, Habib Husein menginap di rumah perdana menteri Sutan Syahrir yang pada saat Belanda menyerang Jakarta tidak ikut mengungsi ke Yogyakarta.
H. Muthahar Keturunan Rasulullah yang Membanggakan |
Setelah beberapa hari di rumah Perdana Menteri Sutan Syahrir, Habib Husein Muthahar kemudian mengontrak rumah di Jl. Pegangsaan Timur 43, tepatnya di rumah Bapak Raden Said Seokanto Tjokrodiatmodjo yang saat itu merupakan Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang pertama. Selama berada di Jakarta ini Habib Husen Muthahar berusaha mencari berbagai cara untuk menyelamatkan bendera pusaka dan menyerahkan kembali bendera tersebut ke tangan Bung Karno.
Pada sekitar pertengahan Juni tahun 1948 masehi, Habib Husein akhirnya mendapat berita pemberitahuan dari Sudjono yang tinggal di Oranje Boulevard yang sekarang menjadi jalan Diponegoro jakarta. Isi dari pemberitahuan itu tiada lain bahwa Habib Husein mendapatkan surat langsung dari Presiden Soekarno yang secara khusus ditujukan kepadanya.
Setelah menerima surat tersebut, Habib Husein segera membacanya dan ternyata berisi perintah dari yang mulia presiden Soekarno untuk segera menyerahkan kembali bendera pusaka yang dibawanya dari Yogyakarta kepada Sudjono agar dapat dibawa ke Bangka. Adapun alasan mengapa Bung Karno tidak memerintahkan Habib Husein untuk menyerahkan langsung bendera pusaka tersebut tapi mengutus Sudjono agar membawanya langsung kepadanya adalah karena Sudjono waktu itu merupakan salah satu anggota delegasi Republik Indonesia dalam perundingan dengan Belanda di bawah pengawasan UNCI atau United Nations Comittee For Indonesia yang punya hak untuk mengunjungi dan bertemu dengan Presiden Soekarno. Adapun Habib Husein hanyalah ajudan dan iapun sebetulnya pelarian dari tahanan kota di Semarang yang tentu saja tidak memiliki akses untuk menemui Presiden Soekarno. Akhirnya, bendera itu kemudian diserahkan kepada Sudjono untuk diteruskan kepada Presiden Soekarno.
Namun sebelum diserahkan, Habib Husein berusaha keras untuk menyatukan kembali kedua helai kain merah putih menjadi bendera sang saka merah putih seperti semula. Untuk melakukannya, beliau kemudian meminjam mesin jahit tangan milik seorang istri dokter yang beliau sendiri lupa namanya. Bendera pusaka yang tadinya terpisah dijahit persis mengikuti lubang bekas jahitan tangan ibu Fatmawati. Namun sayang, walaupun telah dilakukan dengan sangat hati-hati sekali dan penuh kecermatan, namun tetap saja tidak luput dari kesalahan. Ada sekitar dua centimeter kesalahan jahit dari ujungnya. Demikianlah, manusia bagaimanapun tetaplah manusia yang tidak pernah luput dari kesalahan dan tidak memiliki kesempurnaan. Hanya Allah lah yang Maha Sempurna.
Bung Karno Menyerahkan Bendera Pusaka |
Setelah melewati berbagai tantangan dan perjuangan panjang, akhirnya pada tanggal enam Juli 1949 masehi, Bung Karno dan Bung Hatta kembali dari pengasingannya di Bangka ke Yogyaakarta. Dalam kepulangannya itu, Bendera pusaka juga ikut dibawa serta sebagai salah satu tonggak sejarah kemerdekaan Indonesia yang amat penting. Kemudian, pada tanggal 17 Agustus 1949 masehi, bendera pusaka berkibar dengan gagahnya lagi di halaman istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
Habib Muhammad Husein Muthahar |
Pada tahun 1968 masehi inilah Habib Husein Muthahar dipercaya untuk membentuk Paskibraka atau organisasi mahasiswa pasukan pengibar bendera pusaka (Bendera Pusaka Flag Hoisting Troop). Selain itu, beliau juga mendapat mandat untuk menyusun tata cara pengibaran bendera pusaka. Dan atas jasa serta jerih payahnya inilah beliau kemudian mendapatkan julukan sebagai Bapak Paskibraka Indonesia.
Ibu Fatmawati Menjahit Pendera Pusaka |
Terkait dengan penciptaan lagu Hari Merdeka, ada satu cerita menarik yang mengiringinya. Diceritakan bahwasanya inspirasi dalam menciptakan lagu ini datang secara tiba-tiba saat beliau sedang berada di toilet salah satu hotel di Yogyakarta. Bagi seorang seniman yang ulung, datangnya inspirasi tidak pandang tempat dan tentu saja tidak boleh dibiarkan begitu saja. Datangnya inspirasi adalah kesempatan emas untuk berkarya. Walhasil ketika inspirasi itu datang secara tiba-tiba beliau pun dengan cepat meminta bantuan Pak Hoegeng Imam Santoso yang di kemudian hari dikenal sebagai pejabat Kapolri periode 1968-1971. Saat itu Pak Hoegeng sendiri belum menjabat sebagai seorang Kapolri. Oleh Habib Husein, Pak Hoegeng diperintah untuk mengambilkan alat tulis dan kertas. Dan akhirnya, terciptalah sebuah lagu fenomenal berjudul "Hari Merdeka".
Tujuh belas agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
Merdeka
Sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih di kandung badan
Kita tetap setia tetap sedia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia tetap sedia
Membela negara kita
Demikianlah sedikit sejarah kehidupan Habib Husein Muthahar, sosok pejuang kemerdekaan Indonesia yang peranannya sangat besar dalam menentukan alur sejarah republik Ini. Saking bersemangatnya dalam berjuang, mempertahankan serta mengisi kemerdekaan, Habib Husein Muthahar hingga tidak sempat untuk menikah hingga akhir hayatnya. Namun begitu beliau memiliki delapan anak angkat, enam laki-laki dan dua perempuan. Semuanya dikemudian hari dapat berkeluarga dan dari situ beliau memiliki 15 orang cucu, masing-masing tujuh orang laki-laki dan delapan cucu perempuan.
Habib Muhammad Husein Muthahar tutup usia pada usia 88 tahun, tepatnya pada tanggal 9 Juni 2004 karena sakit tua. Sebetulnya beliau berhak dimakamkan di taman makam pahlawan atau TMP kalibata dengan upcara kenegaraan sebagaimana lazimnya dilakukan kepada para pahlawan yang telah berjasa bagi negeri tercinta ini. Namun ternyata Habib Husein tidak menghendaki hal tersebut. Sesuai dengan wasiatnya, beliau memilih untuk dimakamkan di Pemakaman Umum Jeruk Purut Jakarta Selatan dengan tata cara islami. Demikianlah, semoga Allah senantiasa memberikan kucuran rahmat terbaikNya kepada beliau dan memberikan maghfiroh serta derajat tinggi kepada beliau, sehingga beliau mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya bersama datuknya, Sayyiduna Wa Habibuna Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Betapa bangga dan gembiranya Rasulullah menyaksikan salah satu keturunannya dapat mengukir sejarah besar bagi Republik Indonesia secara umum dan bagi umat islam secara khusus. Semoga apa yang telah beliau lakukan selama hidupnya mendapatkan penerimaan dan wafatnya beliau dapat dinilai sebagai pejuang yang mati secara syahid. Semoga Surga menjadi tempat kembali beliau, kekal di dalamnya. aamiin.
JAYALAH INDONESIAKU
Maulana Al-Habib Muhammad Husein Muthahar |
Ditulis kembali dari berbagai sumber
baru tahu mas kalau ada sosok seorang yg masih ada hubunganya dgn Rosulullloh SAW
ReplyDeletepara sayyid, syarifah, dan habaib merupakan panggilan untuk para keturunan rasulullah...indonesia salah satu negara paling banyak, setelah yaman
DeleteHanya di Indonesia para muslimin yang begitu mencintai para habaib, sayyid dan syarifah, sebagai implementasi rasa cintanya kepada Rasullah. Allahumma shalli wa sallim wa barik ala rasullillah wa aalihil athaar.. 'ala rasuulillaah wa aalihil ahyar...
ReplyDeleteadibriza
benar mas adib...kecintaan masyarakat muslim indonesia terhadap para dzuriyah rasul memng sangat kuat...semoga indonesia mendapatkan selalu cipratan berkah dri anak turun rasulullah ini...aamiin
Deletesblumnya saya jga pernah baca artikel tentang beliau2 diatas,tpi ada bbrpa yg msh blum tau,mntep,makasih kang.
ReplyDeleteya mas andrian...smoga manfaat.. beliau salah stu pejuang yang mnenntukan sejarah negeri ini
DeleteWow sumber referensinya ajib bener. Lengkap ulasannya. Saya rasa ini bisa dijadikan referensi dan sumber informasi pelengkap perbendaharaan ilmu pengetahuan yang mencerahkan dan mencerdaskan bagi kita semuanya. Izin share
ReplyDeletesemoga bermanfaat untuk mas asep...silakan mas di share :)
DeleteInget hafalan saat sekolah, nama2 pejuang, Bpk H.Mutahar.
ReplyDeleteBaru ini nambah pengetahuan makin luas tentang sosok beliau.
smoga Allah tinggikan derajat beliau di tmpt mulia.
dulu suka nyany lagu2 karya beliau...ternyata beliau ini masih keturunan rasulullah...dzuriyah
DeleteMudah mudahan dengan adanya tulisan ini umat muslim indonesia lebih mengenal siapa habib muthahar
ReplyDeleteaamiin aamiin aamiin... semoga sejarah ini bisa diambil manfaatnya
DeleteBaru tahu perjuangan beliau ini
ReplyDeletesemoga menambah semangat kita untuk ikut berjuang...
DeleteAllaahumma Shollii'alaa Sayyidinaa Muhammad Wa'alaa Sayyidinaa Muhammad
ReplyDeleteAllaahumma shollii'alaa Sayyidinaa Muhammad Wa'alaa Sayyidinaa Muhammad
ReplyDeleteAllaahumma shollii'alaa Sayyidinaa Muhammad Wa'alaa aali Sayyidinaa Muhammad
ReplyDeleteallaahumma shalli wa sallim wa baarik alaih wa ala alih
DeleteMengalir air mata sy saat membacanya, Berjuang jiwa & raga dlm menyelamatkan Pusaka Merah Putih. Mencintai Indonesia Dg Tulus. Tidak menyangka lagu yg selalu dinyanyikan sejak SD diciptakan oleh seorang Habaib. Pahlawan Indonesia, Kebanggaan Rasulullah SAW & Indonesia Tercinta. Kepada Penulis Terima Kasih Banyak
ReplyDeleteMengalir air mata sy saat membacanya, Berjuang jiwa & raga dlm menyelamatkan Pusaka Merah Putih. Mencintai Indonesia Dg Tulus. Tidak menyangka lagu yg selalu dinyanyikan sejak SD diciptakan oleh seorang Habaib. Pahlawan Indonesia, Kebanggaan Rasulullah SAW & Indonesia Tercinta. Kepada Penulis Terima Kasih Banyak
ReplyDeleteSiapakah beliau sesungguhnya, tak banyak orang yang tahu. Hanya sedikit manusia yang tahu
ReplyDeletepenerus perjuangan Rasulullah saw
ReplyDeleteSalut dengan beliau semoga beliau di kumpulkan dengan para datuk datuk nya disana..solu ala nabi
ReplyDelete