Ajaran Jihad dalam Islam - Jihad: Ajaran yang Seringkali Disalahpahami - Konsep Jihad dalam Islam - Kembali terjadinya teror bom yang kali ini menggunjang Jakarta dan katanya mengatasnamakan Jihad islam, tentunya menjadikan satu duka mendalam sekaligus keprihatinan dan keresahan besar bagi kita umat islam, karena pemahaman islam tidaklah sejalan dengan jalan kekerasan dan aksi terorisme seperti mereka. Dan bagi awam seperti kita ini, tentu saja kemudian bertanya-tanya, "Benarkah itu merupakan bagian dari ajaran islam yang disebut Jihad ?" Benarkah mengebom dan menyebarkan teror atas nama islam bisa dikatakan sebagai sebuah perjuangan islami yang bernama jihad tersebut ? Pertanyaan inilah yang akan kita bahas pada kesempatan pagi hari ini.
Sebagaimana diketahui, kelompok-kelompok radikal islam memiliki beberapa ajaran yang dipegang secara kuat, namun dipahami secara tekstual, harfiah, kaku dan hitam putih. Salah satunya yaitu ajaran jihad fi sabilillah.
Konsep jihad fi sabilillah dalam islam seringkali disalahpahami dan diartikan secara sempit hanya sebagai perang melawan musuh-musuh Allah semata. Sehingga masyarakat awam juga pada akhirnya terbawa arus pemahaman yang sempit ini. Di sisi lain, pemahaman sempit ini dipersepsikan oleh kalangan non muslim sebagai bentuk kekerasan. Bahkan para orientalis seringkali memandang islam sebagai agama pedang. Para pemeluknya dipandang sebagai serdadu-serdadu fanatik yang menyebarkan agama serta hukum-hukumnya dengan kekuatan senjata. Pandangan orientalis yang cenderung melakukan generalisasi ini tentu saja membuat posisi islam semakin tersudutkan. Dengan ajaran jihad yang dipahami sempit ini, maka islam kemudian dianggap sebagai agama yang keras dan galak, islam dianggap sebagai agama yang intoleransi dan jauh dari kedamaian. Banyak kemudian yang pada akhirnya menjauh dan bahkan antipati dengan masyarakat muslim. Muslim dikerdilkan, muslim dikecilkan, dan muslim pun di boikot di mana-mana. Hanya karena mereka takut dengan ajaran muslim yang telah dipahami secara sempit tersebut, yakni JIHAD.
Apabila kita membuka kembali lembaran penjelasan dari para ulama, maka sesungguhnya Jihad tidaklah dapat diartikan secara sangat sempit seperti itu. Salah satu pembesar ulama kontemporer, asy-Syahid Asy-Syaikh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi misalnya, dalam karya beliau berjudul Fiqh as-Sirah (1979) dijelaskan mengenai definisi jihad dengan "Usaha secara sungguh-sungguh untuk menegakkan agama Allah dan mendirikan masyarakat yang islami."
Kata jihad dalam al-Quran yang semakna dengan ini disebutkan sebanyak 36 kali. Makna dasar yang terkandung demikian luas ini kemudian menimbulkan perdebatan tentang apa makna yang sebenarnya. Umat islam biasanya memahami kata jihad dengan perang melawan musuh-musuh islam, padahal, perang dalam bahasa Al-Quran memiliki kosa kata tersendiri, yaitu QITAL.
Dalam kamus Lisanul 'Arab dijelaskan bahwa kata Jihad berasal dari al-Jahdu atau al-Juhdu yang bermakna "kemampuan". Berjihad berarti mengarahkan semua kemampuan. Jihad dengan makna seperti ini menjadi ajaran islam yang paling dasar. Sebab, jihad berarti mengajak umat islam untuk senantiasa menjalankan ajaran agama secara totalitas, ikhlas, sepenuh hati, dan tulus lillahi ta'ala atau karena hanya mengharap ridha Allah ta'ala.
Adapun pada kenyataannya, kelompok radikal menyamakan jihad dengan qital atau harb yang dalam bahasa Arab berarti perang. Argumen yang mereka gunakan biasanya merujuk pada ayat-ayat al-Quran tentang perang seperti Q.S. At-Taubah 123 yang artinya:
"Wahai orang yang beriman! perangilah orang-orang kafir yang di sekitarmu, dan hendaklah mereka merasakan sikap tegas darimu, dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang yang bertakwa." (Q.S. At-Taubah: 123).
Begitu pula dengan ayat berikut ini:
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang telah diberikan kitab, hingga mereka membayar jizah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk." (Q.S. At-Taubah: 29).
Untuk menjelaskan ayat-ayat di atas, para ulama ahli fiqih (fuqaha) kemudian membuat peta wilayah dengan darul islam dan darul harb, yangmemberikan penegasan batas wilayah muslim dan non muslim, wilayah damai dan wilayah perang. Wilayah dimana kita harus berdamai dan saling rukun toleransi kepada umat non muslim, dan wilayah yang memang memaksa kita untuk perang secara fisik dengan mereka karena kita juga diperangi secara fisik oleh mereka (sebagai contoh wilayah harb, Indonesia di masa penjajahan).
Makna jihad lebih luas dari qital dan harb. Jihad menunjuk pada makna yang umum, sementara qital dan harb lebih kepada makna yang khusus yaitu perang. Jihad pada makna etisnya adalah perjuangan manusia untuk menegakkan tatanan moral di muka bumi. Pada awal fase Makkah (610-622 m) kata jihad digunakan dalam pengertian etis, moral, dan spiritual. Pada awalnya jihad berarti menjaga iman dan kehormatan seseorang di tengah-tengah situasi yang gawat. Pada periode makkah ini, Rasulullah diperintah Allah agar bersikap sabar terhadap perlakuan orang-orang kafir makkah. Karena itum strategi nabi di Makkah adalah membawa pesan-pesan yang mudah diterima oleh masyarakat Arab sekaligus sadar terhadap kekuatan umatnya yang belum mampu melakukan jihad dalam pengertian perang fisik.
Jihad memiliki makna baru sebagai perang fisik terjadi pada periode madinah (622-632 M). Akibat perlakuan orang-orang mekkah yang terus-menerus memusuhi, maka nabi dan para sahabatnya terpaksa hijrah ke madinah untuk membangun komunitas baru. Setelah madinah menjadi komunitas yang kuat, maka jihad berubah menjadi berjuang melawan agresi orang-orang Mekah, yang dalam arti perang fisik. Perang pertama antara kaum muslim dengan orang-orang makkah, yaitu perang Badar yang dimenangkan oleh kaum muslimin.
Jihad dalam arti perang dimaknai sebagai penegsan terhadap permusuhan kelompok kafir kepada umat islam. Dengan kata lain, sasaran perang adalah kaum kafir yang menunjukkan permusuhan dan intimidasi secara fisik terhadap umat islam. Dengan demikian, jihad melalui perang dan kekerasan tidak semata-mata karena perbedaan agama. Permusuhan yang ditunjukkan kelompok non muslim harus dijawab dengan perlawanan fisik. Dan penggunaan perlawanan secara fisik ini adalah untuk mempertahankan diri dan ditujukan bagi yang jelas-jelas memusuhi dan memerangi islam secara fisik pula.
Karena itulah, jihad semestinya dimaknai dalam dua bentuk pemahaman, yaitu jihad dalam pengertian moral dan politik. Jihad moral berarti berjuang secara sungguh-sungguh dalam berbagai hal yang mengundang kepada kebajikan. Membangun masyarakat madani yang berbudi pekerti luhur dan mampu menguatkan hubungan horisontal dan vertikal. Jihad dalam pengertian politik, yakni membangun konsolidasi politik utnuk membangun tatanan sosial yang adil, makmur, dan sejahtera.
Kedua perspektif ini sejatinya memberikan cermin kepada kalangan muslim dan non muslim bahwasanya islam bukanlah agama pedang, yang selalu berbuat kerusakan di muka bumi. Jihad yang pernah terjadi dalam sejarah islam lebih banyak bermotif politik ketimbang agama. Saat itu, eksistensi komunitas menjadi pertimbangan sosiologis-politis dalam berjihad, bukan paradigma teologis untuk melakukan ekspansi atau mengislamkan non-muslim.
Suka sekali dengan artikelnya. Mencerahkan... Islam saat ini sedang terpuruk hanya karena beberapa oknum. Mari berjihad, dengan akhlak yang baik...
ReplyDeletebenar mas..beberapa oknum yg salah dalam memahami jihad
Delete