www.majeliswalisongo.com - Doa dan Amalan Shalat Rebo Wekasan Beserta Dalilnya - Kupas Tuntas Dalil Rebo Wekasan - Dalam sebagian masyarakat muslim, rebo wekasan dapat artikan sebagai rebo terakhir di bulan shafar. Pada tahun 2015 ini sendiri, rabu terakhir bulan shafar jatuh pada tanggal 9 Desember tahun 2015. Selain itu, sebagian masyarakat muslim pula meyakini bahwasanya di hari rebo terakhir bulan shafar ini Allah secara khusus menurunkan bala' sebanyak 320 ribu bala' setiap tahunnya pada haru rabu terakhir bulan shafar. Keyakinan ini berdasarkan pada penjelasan para ulama ahli hikmah yang diantaranya tertuang dalam kitab Al-Jawahir Al-Khams dan kitab-kitab ulama lainnya. Sebab dari itu, maka para ulama menyarankan kepada masyarakat muslim untuk memperbanyak melantunkan doa khusus yang berisi permhonan perlindungan kepada Allah agar tidak terkena dan tersentuh oleh suatu balak dalam masa setahun tersebut.
Kupas Tuntas Doa dan Amaliyah Rebo Wekasan |
Banyak sekali doa khusus yang berisi permohonan perlindungan dari bala' itu. Diantaranya doa rebo wekasan itu sendiri yang dapat dilihat pada tautan berikut ini: (Doa Amalan dan Hukum Shalat Rebo Wekasan). Apabila ditulis secara latin, maka berikut ini doanya: "Bismillaahirrahmaanirrahim Allaahumma Yaa Syadiid Al-Quwa Wa Yaa Syadiid al-Mihaal Yaa 'Aziz Yaa Man Dzallat Li 'Izzatika Jamii'a Kholqika Ikfinii Min Syarri Jamii'i Kholqika Yaa Muhsinu Yaa Mujammilu Yaa Mutafadhdhilu Yaa Mun'imu Yaa Mutakarrimu Yaa Man Laa Ilaaha Illaa Anta Irhamnii Birahmatika Yaa Arhamarraahimiin. Allaahumma Bi Sirri al-Hasan wa Akhiihi Wa Jaddihi Wa Abiihi Wa Ummihi Wa Baniihi Ikfinii Syaara Haadza al-Yaum Wa Maa Yunzalu Fiihi Yaa Kaafi Aal-Muhimmaati Yaa Daafi' Al-Baliyyaat Fasayakfiikahumullaah Wa Huwa as-Samii' Al-'Aliim wa Hasbunallaahu Wa Ni'mal Wakiil Wa Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah al-Aliyy Al-'Adziim. Washallallaahu 'Alaa Sayyidinaa Muhammadin Wa 'Alaa Aalihi Wa Shahbihi Wa Sallama Wal Hamdu Lillaahi Rabbil 'Aalamiin.
Untuk teks arabnya bisa dilihat pada tautan di atas.
Adapun cara pengamalannya adalah dengan membaca doa di atas sebanyak 3 kali atau lebih pada hari rabu terakhir di bulan shafar. Lalu pertanyaannya, apakah doa di atas dapat di baca sewaktu-waktu selain rabu terakhir bulan shafat ? Jawabannya adalah boleh, sebab doa di atas bersifat umum dan fungsinya untuk memohon perlindungan kepada Allah. Kalau anda ingin hari-hari anda dinaungi perlindungan dari Allah, maka boleh saja dibaca pada hari-hari yang anda inginkan. Namun alangkah lebih afdhalnya dibaca pada hari rebo wekasan atau rabu terakhir bulan shafar, karena sebagaimana diterangkan di muka tadi bahwasanya di rabu terakhir bulan shafar ini Allah menurunkan ratusan ribu bala' ke dunia ini dan oleh karena itu kita dianjurkan untuk memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan balak yang diturunkan tersebut.
Benarkah Rebo Wekasan Merupakan Hari Sial ?
Berkaitan dengan hal ini, mari kita simak dan kita renungi terlebih dahulu hadits berikut ini:
"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasululla bersabda, "Tiadak ada penyakit menular, tidak ada kepercayaan datangnya sial dari bulan shafar. Tiadak ada kepercayaan bahwa orang mati ruhnya menjadi burung yang terbang." (HR. Bukhari dan Muslim).
Terkait dengan riwayat di atas, Al-Imam Al-Hafidz Al-Hujjah Ibn Rajab al-Hanbali, seorang murid terbaik Syaikh Ibn Qayyim Al-Jauziyah, memberikan penjelasan atau syarah sebagai berikut:
"Maksud dari hadits di atas, orang-orang jahiliyah meyakini datangnya sial dengan bulan shafar. Mereka berkata, shafar adalah bulan sial. Maka Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam membatalkan hal tersebut. Pendapat ini diceritakan oleh Abu Dawud dari Muhammad bin Rasyid al-Makhuli dari orang yang mendengarnya berpendapat demikian. Barangkali pendapat ini yang paling benar. Banyak orang awam yang meyakini datangnya sial pada bulan shafar dan terkadang melarang bepergian pada bulan itu. Meyakni datangnya sial dengan bulan shafar termasuk jenis thiyarah (meyakini adanya pertanda buruk) yang dilarang." (Al-Imam Al-Hafidz Ibn Rajab Al-Hanbali, Lathaif al-Ma'arif, Halaman 148).
Selain itu ada pula hadist yang artinya sebagai berikut:
"Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya sial terus." (HR. Waki' dalam Al-Ghurar, IBn Mardawaih dalam At-Tafsir dan Al-Khatib Al-Baghdadi. (Al-Imam Al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuti, Al-Jami' Ash-Shaghir Fi Ahaditsil Basyiir An-Nadziir jus satu halaman empat).
Hadits yang kedua di atas ini statusnya dhaif atau hadits lemah. Namun demikian hadits tersebut posisinya bukan untuk menjelaskan suatu hukum namun lebih terait dengan targhib wa tarhib atau anjuran dan peringatan, yang oleh para ulama ahli hadits disepakati untuk memperbolehkan menggunakannya. Yang menolak otoritas hadits dhaif hanyalah kaum wahabi yang muncul di zaman modern ini yang dipelopori oleh Al-Albani saja.
Nah lalu pertanyaannya, bagaimanakah kita mengkompromikan dua hadits yang kesannya saling bertolak belakang di atas ? Dan bagaimana pula dengan pendapat ulama ahli hikmah yang telah memberikan penjelasan mengenai bala' yang turun di rebo wekasan tersebut ?
Untuk menjawabnya, mari kita simak terlebih dahulu bagaimana keterangan para ulama ahli makrifat terkait dengan rebo wekasan ini. Berikut keterangannya:
"Sebagian orang-orang yang makrifat kepada Allah ta'ala menjelaskan bahwasanya dalam setiap tahun akan turun 320 ribu bala', dan semuanya terjadi pada rabu terakhir bulan shafar sehingga hari tersebut menjadi hari tersulit dalam hari-hari tahun itu. Barangsiapa yang menunaikan shalat pada hari itu sebanyak empat rakaat, dala setiap rakaat membaca surah al-Fatihah sebanak satu kali, surah al-Kautsar sebanyak tujuh belas kali, Surah al-Ikhlas sebanyak lima belas kali dan mu'awidzatain sebanyak satu kali, lalu berdoa dengan doa berikut ini (maksudnya doa di atas-pen), maka Allah akan menjaganya dari semua bala yang turun pada hari tersebut." (Kitab Mujarabat ad-Dairabi Al-Kabiir).
Pembahasan:
Agar lebih mudah dipahami, maka saya akan menuliskan poin-poin pentingnya di sini:
- Pendapat ulama ahli makrifat di atas dalam kaca mata syariat islam dikategorikan sebagai ilham. Sedangkan ilham menurut para pakar ushul fiqh dapat diartikan sebagai pikiran hati yang datang dari Allah. Menurut Syaikh IBnu Taimiyah dalam kitabnya yang berjudul Al-Aqidah al-Wasithiyyah, menjelaskan sebagai berikut: "Di antara prinsip Ahlussunnah wal jamaah yaitu meyakini atau mempercayai adanya karomah para wali dan apa yang dijalankan oleh Allah melalui tangan-tangan mereka yang berupa Khawariqul adah atau perkara-perkara yang menyalahi adat kebiasaan dalam berbagai macam ilmu pengetahun dan mukasyafah." (Al-Aqidah Al-Wasithiyyah).
- Karena hanya sebatas merupakan ilham, maka perkatan ulama di atas tidak bisa digunakan sebagai dasar hukum islam yaitu wajib, sunnah, makruh, mubah dan haram. Namun demikian, ilham dari para ulama makrifat di atas tidak dalam rangka menghukumi sesuatu hukum namun hanya SEBATAS INFORMASI TENTANG PERKARA YANG GHAIB tentang terakit turunnya bala' di rebo wekasan atau rabu terakhir bulan shafar.
- Para ulama menjelaskan bahwasanya Ilham dari ulama makrifat tidak boleh diamalkan sebelum dikomparasikan dengan dalil-dalil al-Quran dan as-Sunnah. Karena itu apabil ilham tersebut bersesuaian dengan al-Quran dan Sunnah, maka bisa diamalkan dan apabila menyelisihi keduanya maka harus ditinggalkan.
- Ilham ulama tentang rebo wekasan di atas ternyata setelah disimak memiliki dasar yang menguatkannya, yaitu hadits riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu di atas. Walaupun hadits tersebut adalah dhaif, namun sebagaimana telah saya jelaskan, para ulama BERSEPAKAT boleh menggunakannya selama itu tidak terkait dalam menjelaskan suatu hukum. Hadits Dhaif dapat digunakan untuk masalah terkait dengan bab targhib dan tarhib atau anjuran dan peringatan. Dan hadist riwayat Ibn Abbas di atas merupakan bagian dari bab Targhib dan Tarhib.
- Terkait dengan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, maka bisa dijelaskan bahwasanya ha-hal yang ditiadakan oleh Rasulullah pada hadits di atas ini menunjukkan akan wajibnya bertawakal kepada Allah, memiliki tekad yang benar agar orang-orang yang kecewa tidak melemah di hadapkan perkara-perkara tersebut.
- Penolakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pada hadits Abu Hurairah di atas bukanlah menolak akan keberadaannya, namun lebih menitikberatkan pada pengaruhnya. Allahlah yang memberi pengaruh. Selama sebabnya adalah sesuatu yang dimaklumi maka sebab itu adalah benar. Tetapi bila sebabnya adalah sesuatu yang hanya ilusi maka sebab tersebut adalah salah
- Menurut Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam al-Fatawa Al-Haditisyah secara garis besar dijelaskan bahwasanya orang yang bertanya engenai hari sial dengan tujuan untuk diikuti dan bukan untuk ditinggalkan dan memilih apa yang harus dikerjakan serta mengetahui keburukannya, maka perilaku yang semacam itu menurut Syaikh Ibnu hajar Al-Haitami dikatakan sebagai perilakunya orang Yahudi dan bukan perilakunya orang islam yang bertawakal kepada Allah ta'ala.
- Dalam al-Quran disebutkan sebagai berikut: "Kaum Ad pun mendustakan (pula). Maka alngkah dahsyatnya adzabKu dan ancaman-ancamanKu. Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari nahas yang terus menerus. Yang menggelimpangkan manusia seakan-akan mereka pokok kurma yang tumbang." (Q.S. Al-Qamar: 18-20).
- Mengenai Ayat di atas, Imam Al-Baghawi memberikan penjelasan dalam Tafsir Ma'alim al-Tanzil yang secara garis besar dapat dijelaskan bahwasanya kejadian itu (fi yaumi Nahsin Mustammir) pada ayat di atas maksudnya tepad pada hari rabu terakhir bulan shafar yang oleh orang jawa diistilahkan dengan rebo wekasan.
- Hadits Ibnu Abbas di atas apabila dikompromikan dengan hadits Abu Hurairah di atas maka maknanya adalah bahwasanya kesialan yang terus menerus itu hanya berlaku bagi yang mempercayainya. Dan pada dasarnya hari-hari itu netral, mengandung kemungkinan baik dan jelek sesuai dengan ikhtiar dan perilaku manusia serta takdir dari Allah
Kesimpulan
Setelah kita menelaah dan membuat berbagai pertimbangan dengan memunculkan poin-poin di atas, maka bisa disimpulkan sebagai berikut:
- Penjelasan para ulama ahli makrifat tentang balak yang turun pada rabu terakhir bulan shafar hanyalah sebatas informasi dan bukan dalam rangka menghukumi sesuatu. Sebab penjelasan ulama tersebut masuk ke dalam golongan ilham.
- Penjelasan ulama tersebut di atas memiliki sandaran berupa hadits dhaif riwayat Ibnu Abbas sebagaimana di atas. Walaupun haditsnya berstatus dhaif, namun karena termasuk bab targhib dan tarhib maka bisa digunakan untuk sebatas peringatan bukan menghukumi.
- Penjelasan ulama ahli makrifat tentang perlunya shalat sunnah empat rakaat tidak dapat dijadikan dalil untuk melegitimasi shalat sunnah rebo wekasan. Dan oleh karena itu shalat sunnah rebo wekasan tidak memiliki landasan syariat
- Apabila shalat yang dilakukan bukan diniatkan untuk shalat sunnah rebo wekasan namun dengan niat shalat sunnah muthlaq (nafilah muthlaqoh), atau shalat hajat li daf'il bala' al-makhluk (shalat tolak balak yang dikhawatirkan) maka hal itu boleh. Karena sholat hajat dan shalat muthlaq boleh di lakukan setiap waktu, kecuali waktu yang diharamkan.
- Hari naas menjadi hari naas apabila diyakini sebagai hari naas. Namun bagi orang yang beriman, mereka harus meyakini bahwasanya setiap waktu itu memang ada manfaat dan mafsadahnya, ada guna dan madharatnya. Hal ini terkait dengan takdir Allah yang memang telah menetapkan dalam kehidupan itu ada sedih ada senang, ada manfaat ada madharat dan lain sebagainya.
- Doa amalan rebo wekasan boleh diamalkan di hari rabu terakhir bulan shafar. Namun tidak diperbolehkan untuk mengkhususkannya pada hari tersebut saja dan menghukumi bahwa doa itu tidak boleh dibaca selain hari rebo wekasan. Dengan kata lain, amalan doa rebu wekasan merupakan doa umum yang bisa dibaca kapan saja, termasuk hari rebo wekasan, sebab isinya bermaksud memohon perlindungan dari berbagai macam bala bencana. Dan memohon perlindungan kepada Allah dari semua itu memang disyariatkan dan dianjurkan untuk dibaca setiap hari.
- Meminum "air salamun" untuk tabarukan atau mengharap berkah dari ayat alQuran itu hukumnya boleh. Air salamun sendiri merupakan air berkah yang digunakan untuk melebur kertas berisi tulisan ayat-ayat al-Qran yang di awali dengan kata salaamun. Air ini dibuat khususnya pada hari rabu terakhir bulan shafar atau rebo wekasan. (Lihat: Cara membuat Air Salamun).
- Tentang bala' bencana bisa saja diucapkan oleh seorang shalih yang berasal dari ilham. Masalah ilham telah disepakati keberadaannya seperti disebutkan dalam al-Quran
- Bagi yang tidak mempercayai ilham ulama arifin terkait rebo wekasan maka hal itu tidak ada masalah sebab kita tidak wajib percaya kepada orang yang mengaku mendapatkan ilham. Yang tidak diperbolehkan dalam hal ini adalah KURANG AJAR kepada para ulama terlebih-lebih ulama ahli makrifat. Artinya, bagi yang tidak percaya silakan saja tidak percaya akan tetapi tetap menjaga tata krama kepada ulama shalihin yang memberikan informasi terkait tentang bala' di hari rebo wekasan tersebut.
Masukan dan Saran Konstruktif
- Bagi masyarakat muslim yang tidak mengamalkan amaliyah rebo wekasan jangan sekali-kali mencela orang yang mengamalkan hingga membid'ah-bid'ahkan, mensyirikkan atau bahkan mengkafirkan. Sebab melukai hati setiap muslim merupakan dosa yang sangat besar.
- Bagi yang mengamalkan shalat rebo wekasan diharap untuk mengganti niatnya menjadi shalat sunnah hajat atau shalat sunnah muthlaq. Sebab shalat sunnah rebo wekasan tidak memiliki landasan syariat, sedangkan shalat sunnah hajat atau shalat sunnah muthlaq memiliki landasan syariat. Bisa pula diganti niatnya dengan shalat sunnah lainya. "Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu tergantung dengan niatnya."
- Bagi yang mengamalkan doa rebo wekasan, silakan diteruskan membaca doa tersebut dan dianjurkan tidak hanya dibaca pada hari rebo wekasan saja. Sebab isi dari doa tersebut sangatlah baik dan secara khusus berisi memohon perlindungan dari bala bencana dan itu tentu saja sangat baik lagi apabila dibaca setiap hari, apabila mampu.
- Saling toleransi antara yang mengamalkan dengan yang tidak mengamalkan amaliyah di hari rebo wekasan. Sebab ini merupakan masalah yang tidak pantas dipertentangkan, sebab kedua belah pihak tidak ada yang salah. Pihak yang pro amaliyah rebo wekasan tidak salah, sebab mereka termasuk orang yang waspada diri terhadap segala kemungkinan yang mungkin saja terjadi. Sebagai bentuk pencegahan, maka diamalkanlah amalan-amalan rebo wekasan. Demikian pula dengan pihak yang kontra amaliyah rebo wekasan, juga bukan merupakan pihak yang salah, sebab mereka juga berlandaskan pada dalil mereka sendiri. Sedangkan yang salah adalah orang yang menyulut api perpecahan dan pertengkaran di tengah umat islam dengan berkoar-koar menuduh sesama dengan TUKANG BID'AH, SYIRIK, KAFIR, DAN HALAL DARAHNYA.
- Mengutip Perkataan Buya yahya: "Rebo Wekasan adalah istilah untuk hari terakhir bulan shofar. Bulan shofar tidak berbeda dengan bulan lainnya. Bukan bulan bencana dan bukan bulan sial. Kita tidak boleh mempercayai adanya bulan sial. Bulan sial adalah bulan seorang hamba melakukan kemaksiatan.
- Bagi yang mempercayai ilham ulama shalihin tentang bala' bencana di hari rebo wekasan ini, maka hal itu sah-sah saja dengan dua syarat: pertama, jangan disandarkan perkataan itu kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Kedua, Perkataan tersebut tidak bertentangan dengan syariat nabi
- Bagi yang tidak mempercayai, berprasangka baiklah kepada Allah dengan sungguh-sungguh. Semoga di hari rebo wekasan Allah memberikan kita kucuran rahmat dan dijauhkan dari maksiat yang sejatinya merupakan bala bencana bagi diri kita
- Bagi yang mempercayai adanya bala yang turun di rebo wekasan maka seyogyanya jangan kemudian berprasangka buruk kepada Allah sebab bencana apapun yang diturunkan hanya akan menimpa orang yang berprasangka buruk kepada Allah dan yang dikehendaki oleh Allah.
- Amalan di hari rebo wekasan seyogyanya tidak berbeda dengan amalan di hari-hari lainnya. Perbanyaklah sedekah dan shalat hajat dengan niat memohon kepada Allah agar dijauhkan dari bala bencana dan agar mendapatkan kucuran karunia serta rahmat dari Allah ta'ala. aamiin
SEMOGA BERMANFAAT
nyimak pembahasa rebo wekasannya mas
ReplyDeletesilakan kang mas :)
Deletesaya juga ikut nyimak, soalnya belum paham betul dalam masalah ini
DeleteWah besok yah ternyata,,,,
ReplyDeleteyup mas :D
Deletelike untuk artikelnya..mas lengkap komplet...jangan pernah berheti untuk posting hal2 yg mengarah ke islam mas...maturnuwun...
ReplyDeletetrimakasih dan mohon doanya saja :)
Deletewah saya br tau tentang ini...
ReplyDeletehehe, smoga bermnfaat kalau gitu
DeleteTahunya "Rebo Nyunda", di Bandung, hari Rabu anak2 sekolah menggunakan pakaian tradisional, yg lelaki pakai pangsi (baju hitam2 n iket kepala), perempuannya kebaya :)
ReplyDelete"Rebo Wekasan" pernah denger,.Terimakasih penjelasannya mas.
hehe...itu istilah orng jawa mah... :D
DeleteYang suka menuding bid'ah itu kadang malah memecah belah umat. Mending diam yang bisa diartikan emas, karena menghargai ikhtiar sesama muslim. Semua tergantung niat, saya setuju ini.
ReplyDeletebenar mbak hidayah, trimakasih untuk tambahannya yg sngat manfaat :)
Deletekena sekali mas "sesungguhnya semua amal perbuatan tergantung niatnya", makasih izin belajar mas disini
ReplyDeletesemoga bermanfaat mas :)
Deletebukankah rebo wekasan itu rebo paling ahir setiap bulannya? hehe
ReplyDeletebisa dimaksudkan juga untuk setiap rabu terakhir stiap bulanny
Deletesip, terima kasih atas penjelsaannya dan waktunya mas.
DeleteBagus mas, sangat bagus sekali penjelasannya. Yang berpendapat ini Bid'ah. Mungkin Pendapatmulah yang bid'ah. Diatas sudah sangat jelas.
ReplyDeleteWalaupun saya tidak mengamalnya,tapi tetimakasih untuk penjelasannya,ini ilmu yg sangat bermanfa'at karena dengan pengetahuan ini kita jadi bisa menghargai orang lain yg berbeda faham.
ReplyDeleteAlhamdulillah... Saling menghargai itu yang paling penting
Delete