Monday, May 23, 2016

Filled Under:

Biografi KH. Munawwir Krapyak: Ulama Besar Ahli Quran

Biografi KH. Munawwir Krapyak Yogyakarta - Mbah Munawwir Krapyak - Ulama Ahlul Quran Besar Nusantara di Masanya - Apabila kita berbicara mengenai ulama nusantara yang ahli al-Quran maka tidak bisa dilepaskan dengan sosok KH. Munawwir Krapyak Yogyakarta. Nama beliau telah tercatat dengan menggunakan tinta emas dan abadi dalam hati para penghafal dan pecinta al-Quran di bumi pertiwi ini. Nama beliau harum semerbak mewangi dan telah menghantarkan ribuan para penghafal al-Quran menjadi orang-orang yang siap lahir batin menjadikan al-QUran sebagai pedoman dan wirid hidup mereka. Lalu bagaimanakah sebenarnya perjalanan hidup KH. Munawwir krapyak ini? Pada kesempatan kali ini admin majelis walisongo akan membagikan sekilas mengenai biografi beliau yang sangat indah ini semoga bermanfaat bagi para pembaca budiman dimanapun anda berada. 
Sayyidi Asy-Syaikh Al-Hajj Munawwir bin Abdullah Rosyad
Sayyidi Asy-Syaikh Al-Hajj Munawwir bin Abdullah Rosyad

Cucu Seorang Pejuang Besar

Sosok KH. Munawir Krapyak tidak bisa lepas dari kebesaran nama Kyai Hasan Bashari atau lebih dikenal dengan Kyai Hasan Besari. Kyai Hasan Besari adalah merupakan ajudan pangeran Diponegoro, seorang pahlawan nasional yang sangat berjasa dalam usaha penumpasan penjajah di muka bumi pertiwi ini. 

Pada waktu hidupnya, Kyai Hasan Besari ini critanya ingin menjadi seorang ulama yang hafal al-Quran dan karenanya beliau melakukan riyadhah dan berusaha keras lahir batin untuk menghafal al-Quran. Namun beliau suatu ketika mendapatkan ilham bahwa yang akan menjadi ahli al-Quran adalah anak cucu beliau. Demikian pula anaknya yang bernama KH. Abdullah Rosyad yang juga berjuang dengan riyadhah dan kedisiplinan tinggi untuk menghafal al-Quran. Bahkan ketika di tanah suci Makkah selama 9 tahun beliau riyadhah untuk menghafalkan al-Quran, namun beliau mendapatkan ilham bahwa yang akan dianugerahi hafal al-Quran adalah anak cucunya.

Di kemudian hari KH. Abdullah Rosyad ini memiiki sebelas orang anak dari empat orang istri. Dari kesebelas orang anak ini salah satunya adalah KYai Haji Muhamad Munawwir yang merupakan anak beliau dari buah pernikahan beliau dengan salah satu istri bernama Nyai Khadijah dari Bantul, Yogyakarta.

Belajar Ilmu Agama 

Sejak kecil, KH. Munawir telah mendapatkan gemblengan pendidikan agama yang sangat ketat dari ayahnya sendiri yaitu KH. Abdullah Rosyad. Bahkan saking ketatnya beliau dituntut untuk bisa khatam dalam waktu seminggu sekali. Sang ayah dengan semangat besar senantiasa memberikan suntikang semangat dan dukungan baik materi maupun imateri pada beliau. Saking semangatnya, sang ayah akan memberikan hadiah sebesar Rp. 2,50 jika dalam satu minggu Munawwir kecil dapat mengkhatamkan al-Quran sekali. Padahal uang segitu di masa beliau cukup banyak untuk bisa digunakan membeli sesuatu. Dan memang pada akhirnya target khatam seminggu sekali dapat dilaksanakan oleh Munawir kecil dengan sangat baik, dan bahkan terus berlangsung secara istiqamah walaupun beliau tidak mendapatkan hadiah uang itu lagi.

Setelah dirasa cukup belajar kepada sang Ayah, KH. Munawir kecil kembali meneruskan perjalanan thalabul ilminya kepada para ulama besar baik itu ulama nusantara maupun ulama timur tengah. Adapun ulama nusantara yang pernah menjadi tempat beliau nyantri dan menimba ilmu adalah sebagai berikut:
  1. Syaikh Abdurrahman Watucongol, Magelang
  2. Syaikh Sholeh Darat, Semarang
  3. Syaikh Kholil Bangkalan, Madura
  4. Syaikh Abdullah, Kanggotan Bantul
Pada tahun 1888 masehi beliau melanjutkan rihlah thalabul ilminya ke tanah suci,dan di sana beliau belajar kepada para ulama besar setempat, diantaranya kepada:
  1. Syaikh Syarbini
  2. Syaikh Abdullah Sanqara
  3. Syaikh Ibrahim Huzaimi
  4. Syaikh Mukri
  5. Syaikh Abdus Syakur
  6. Syaikh Musthofa
  7. Syaikh Yusuf Hajar, yang merupakan guru beliau dalam qiraah sab'ah
 Suatu ketika KH. Munawwir pernah bertemu dengan nabiyullah Khidir alaihis salam dan mendapatkan doa secara langsung dari beliau. Ceritanya, beliau di masa thalabul ilminya di tanah suci sedang dalam suatu perjalanan dari makkah menuju Madinah. Di suatu tempat di Rabigh beliau berumpa dengan seorang pak tua yang tidak beliau kenal. Pak tua tersebut kemudian mengajak berjabat tangan dan lantas  mendoakan beliau semoga beliau menjadi seorang hafidzul quran wa hamilul quran sejati. Menurut Syaikh Arwani Amin, Kudus, orang tua yang menjabat tangan dan mendoakan KH. Munawwir itu adalah Nabiyullah Khidir Alaihis Salaam.

Riyadhah KH. Munawir dalam Menghafal dan Menjaga al-Quran

KH. Munawir merupakan sosok ulama yang sangat tekun dan istiqamah dalam menjaga dan mengamalkan al-Quran. Terkait dengan usaha beliau menjaga hafalan al-Quran maka beliau melakukan riyadhah yang sangat ketat dan sulit untuk ditiru oleh generasi sekarang ini. Beliau pernah melakukan riyadhah yaitu harus mengkhatamkan al-Quran sebanyak satu kali setiap 7 hari 7 malam. Riyadhah ini beliau lakukan selama 3 tahun. Setelah itu beliau meningkatkan kualitas riyadhahnya dengan cara mengkhatamkan al-Quran setiap 3 hari 3 malam sekali. Hal ini dilakukan selama 3 tahun. Setelah itu ditingkatkan lagi riyadhahnya dengan mengkhatamkan al-Quran 1 hari 1 malam sekali selama tiga tahun juga. Terakhir, beliau tingkatkan riyadhahnya dengan membaca al-Quran selama 40 hari tiada henti. 
Adapun waktu yang biasa beliau gunakan untuk mewiridkan al-Quran adalah setiap selesai shalat ashar dan setiap bakda subuh. Selain itu, dimanapun beliau berada baik di rumah maupun sedang bepergian, senantiasa beliau itu tidak pernah lepas dari mewiridkan al-Quran. Walaupun beliau seorang hafidz al-Quran sejati, namun beliau masih saja sering terlihat menggunakan mushaf untuk dibaca karena memang seperti itulah cara seorang hafidz al-Quran dalam menjaga hafalannya, jangan mentang-mentang sudah hafal kemudian meninggalkan mushaf suci al-Quran. Itu merupakan kesombongan yang tidak boleh ada sedikitpun dalam diri para penghafal al-Quran.
Beliau secara istiqamah mengkhatamkan al-Quran seminggu sekali tepatnya pada hari kamis sore beliau melakukan khataman al-Quran. Amalan ini beliau lakukan sejak beliau masih berusia 15 tahun hingga beliau wafat. 
Apabila KH. Munawir sedang menghadapi peristiwa ataupun masalah yang menyangkut umat/santri, maka beliau biasanya segera mengumpulkan para santri untuk berdoa bersama. Biasanya beliau memerintahkan para santri untuk bersama-sama mewiridkan shalawat nariyah sebanyak 4444 kali dan membaca surah Yasin sebanyak 41 kali. 
Sosok KH. Munawir merupakan sosok yang amat istiqamah dalam beribadah. Lebih-lebih terkait ibadah shalat fardhu, maka beliau senantiasa menggunakan awal waktu untuk melaksanakannya. Begitu pula dengan shalat sunnah seperti shalat sunnah rawatib juga tidak pernah beliau tinggalkan. Beliau juga merupakan ulama yang senantiasa melanggengkan shalat sunnah witir, shalat sunnah isyraq, shalat sunnah dhuha, dan shalat sunnah tahajud. Beliau juga sangat menekankan pentingnya untuk berziarah kubur, mendoakan orang tua, ulama dan kaum muslimin yang telah lebih dahulu wafat dan bertabarukkan dengan mereka. Bahkan saking pentingnya, beliau mewajibkan para santri untuk istiqamah ziarah kubur setiap kamis sore. 
Di mata beliau, seorang penghafal al-Quran yang sejati adalah sebagai berikut:
  1. Senantiasa bertakwa kepada Allah ta'ala
  2. Mampu shalat tarawih dengan hafalan al-Quran sebagai bacaan surahnya
Beliau sangat mengangungkan al-Quran dan mushaf suci al-Quran. Beliau termasuk orang yang sangat ketat dalam hal ini, hingga beliau hanya akan memberikan undangan haflah khotmil quran kepada orang-orang yang kalau memegang mushaf al-Quran senantiasa dalam keadaan suci dari najis dan hadats.
Ulama Besar yang Penuh Kesederhanaan
Sosok KH. Munawwir juga merupakan sosok yang terkenal rapi dan bersih serta senantiasa menampilkan kesederhanaan hidup. Beliau senantiasa menggunakan imamah dan penutup kepala seperti sorban, peci, maupun kedua-duanya. Kalau berpakaian maka beliau menggunakan pakaian yang bersih, suci, dan sederhana, seperti jubah, sarung, serban senantiasa bersih. Apabila bepergian beliau menggunakan jasnhitam, serban hijau, sarung dan alas kaki. 
Beliau tidak pernah makan hingga kenyang, terlebih di waktu bulan ramadhan, maka beliau berbuka dan sahur ala kadarnya, cukup dengan satu cawan nasi ketan untuk sekali makan. Hal ini tentu saja akan bermanfaat bagi tubuh, karena mengonsumsi makanan dengan wajar akan menjadikan tubuh sehat dan proporsional, berbeda apabila terlalu kenyang maka akan menjadikan tidak bersemangat, mengantuk, dan pada akhirnya tidak bisa istiqamah beribadah kepada Allah. 
Keluarga KH. Munawwir Krapyak
KH. Munawwir Krapyak hidup di tengah-tengah keluarga besar beliau yang ahli al-Quran. Beliau memiliki lima orang istri yang mana istri ke lima beliau nikahi sesudah wafatnya istri beliau yang pertama. Dan berikut ini adalah nama-nama istri beliau:
  1. Nyai Raden Ajeng Mursyidah, Kraton, Yogyakarta
  2. Nyai Haji Sukistiyah, Wates, Yogyakarta
  3. Nyai Salimah, Wonokromo, Bantul, Yogyakarta
  4. Nyai Rumiyah, Jombang, Jawa Timur
  5. Nyai Khodijah, Knggotan, Gondowulung, Bantul, Yogyakarta
Dari Nyai Raden Ajeng Mursydah ini beliau memiliki lima orang putra putri, yaitu:
  1. Abdullah Siroj, wafat saat masih kecil
  2. Khodijah, wafat pada saat masih kecil
  3. Umatulloh, wafat pada saat masih kecil
  4. KH. Raden Abdullah Afandi
  5. KH. Raden Abdul Qadir Munawwir (lahir sabtu legi, pukul 17.00 WIB, tanggal 11 Dzulqa'dah 1338 H/24 Juli 1919 Masehi. Dari putra bungsu beliau inilah nantinya lahir seorang ulama besar, ahli al-Quran, hafidzul Quran, hamilul Quran di masa ini, yaitu Romo KH. Raden Muhammad Najib  bin Romo KH. Raden Abdul Qadir bin KH. Munawwir Krapyak, yang sekarang menjadi pengasuh utama Ponpes Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta.
Silsilah Sanad al-Quran Qiraah Imam Ashim dari Riwayat Hafs dan Thariq Ubaid bin al-Shabbah
  1. Sayyidi Asy-Syaikh Al-Hajj Munawwir bin Abdullah Rosyad, Krapyak, Yogyakarta, dari
  2. Sayyidi Asy-Syaikh Al-Allamah Abdul Karim al-Hajj Umar al-Badri, dari
  3. Sayyidi Asy-Syaikh Al-Allamah Ismail, dari
  4. Sayyidi Asy-Syaikh Al-Allamah Ahmad Ar-Rasyidi, dari
  5. Sayyidi Asy-Syaikh Al-Allamah Musthafa bin Abdurrahman al-Azmiri, dari
  6. Sayyidi Asy-Syaikh Al-Allamah Hijazi, dari
  7. Sayyidi Asy-Syaikh Al-Allamah Ali bin Sulaiman al-Manshuri, dari
  8. Sayyidi Asy-Syaikh Al-Allamah Sulthan al-Muzaahi, dari
  9. Sayyidi Asy-Syaikh Al-Allamah Saifuddin Athaillah al-Fadholi, dari
  10. Sayyidi Asy-Syaikh Al-Allamah  Syakhadzah al-Yamani, dari
  11. Sayyidi Asy-Syaikh Al-Allamah Nashiruddin Ath-Thablawi, dari
  12. Sayyidi Asy-Syaikh Zakariyya al-Anshari, dari
  13. Sayyidi Al-Imam Ahmad As-Suyuthi, dari
  14. Sayyidi al-Imam Abul Khair Muhammad bin Muhammad ad-Dimasyqi al-Masyhur (yang terkenal) dengan nama Syaikh al-Jazairi, dari
  15. Sayyidi al-Imam Abu Abdullah Muhammad bin Abdul Khaliq al-Mishri  asy-Syafi'i, dari
  16. Sayyidi al-Imam Abul Hasan Ali bin Syuja' bin Salim, bin Ali bin Musa al-Abbasi al-Mishri, dari
  17. Sayyidi al-Imam Abul Qasim asy-Syathibi al-Andalusi asy-Syafi'i, dari
  18. Sayyidi al-Imam Abul Hasan Ali bin Hudzail, dari
  19. Sayyidi al-Imam Abu Dawud Sulaiman bin Najah al-Andalusi, dari
  20. Sayyidi al-Imam al-Hafidz Abu Amr Usman bin Said ad-Dani, dari
  21. Sayyidi al-Imam Abul Hasan Thahir, dari
  22. Sayyidi al-Imam Abul Abbas Ahmad bin Sahl bin al-Fairuzani al-Asynani, dari
  23. Sayyidi al-Imam Abu Muhammad Ubaid bin Ash-Shabah bin Shabih al-Kufi, dari
  24. Sayyidi al-Imam Abu Amr Hafs bin Sulaiman bin al-Mughirah al-Asadi al-Kufi, dari 
  25. SAYYIDI AL-IMAM 'AASHIM BIN ABI AL-JUNUD, dari
  26. Sayyidi Al-Imam Abu Abdurrahman Abdullah bin Habib bin Rabi'ah as-Salma, dari
  27. Sayyid Usman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu, dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah, dari Sayyidina Zaid bin Tsabit Radhiyallahu 'Anhu, dan Sayyidina Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'Anhu, dari Sayyidina Ubay bin Ka'ab Radhiyallahu 'Anhu, dari
  28. Sayyidina Wa Maulana Wa Habibina Rasulillah Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa 'Alaa aalihi wa Shahbihi Wa Baraka Wa Sallam, dari
  29. Robbul Alamain, Allah Yang Maha Esa melalui perantara malaikat Jibril Alaihis Salaam. 
Murid-Murid Sayyidi Asy-Syaikh Munawwir bin Abdullah Rosyad, Krapyak, Yogyakarta
Mbah Munawir dan Para Putra serta Menantu
Selama berdakwah dan menyebarkan ilmu agama, Sayyidi Asy-Syaikh Munawwir telah menghasilkan murid yang menjadi ulama besar di masanya dan penerus perjuangan dakwah islamiyahnya. Diantara sekian banyak murid beliau yang kemudian menjadi penerus perjuangan dakwah beliau adalah sebagai berikut:
  1. Sayyidi Asy-Syaikh Arwani Amin, Kudus, Seorang ulama besar nusantara yang juga ahli Quran mumpuni
  2. Sayyidi Asy-Syaikh Zuhdi, Nganjuk, Kertosono,
  3. Sayyidi Asy-Syaikh Umar, Ponpes al-Muayyad, Mangkuyudan, Solo
  4. Sayyidi Asy-Syaikh Badawi, Kaliwungu, Semarang
  5. Sayyidi Asy-Syaikh Noor, Tegalarum, Kertosono
  6. Sayyidi Asy-Syaikh Umar, Kempek, Cirebon
  7. Sayyidi Asy-Syaikh Murtadha, Buntet, Cirebon
  8. Sayyidi Asy-Syaikh Muntaha, Pesantren al-Asyariyyah, Kalibeber, Wonosobo
  9. Sayyidi Asy-Syaikh Ma'sum, Gedongan, Cirebon
  10. Sayyidi Asy-Syaikh Abu Amar, kroya
  11. Sayyidi Asy-Syaikh Syathibi, Kyangkong, Kutoarjo
  12. Sayyidi Asy-Syaikh Suhaimi, Ponpes Tamrinus Shibyan, Benda, Bumiayu
  13. Sayyidi Asy-Syaikh Hasbullah, Wonokromo, Yogyakarta
  14. Sayyidi Asy-Syaikh Anshor, Pepedan, Bumiayu
  15. Sayyidi Asy-Syaikh Muhyiddin, Jejeran, Yogyakarta
  16. Sayyidi Asy-Syaikh Mahfudz, Purworejo
  17. dan lain sebagainya
Karomah Sayyidi Asy-Syaikh Munawwir Krapyak
Diantara berbagai macam karamah yang dimiliki oleh KH. Munawir krapyak adalah beliau mampu menghafal keseluruhan al-Quran yang 30 juz hanya dalam jangka waktu 70 hari. Sebagian riwayat lainnya mengatakan hanya 40 hari. Kisahnya, ketika beliau sampai di tanah suci dan belajar ilmu agama di sana, beliau menulis surat kepada sang ayah yang isinya minta restu karena ingin menghafal al-Quran. Namun sang ayah belum mengizinkannya dan berniat akan mengirimkan surat balasan. Namun belum sempat surat balasan dikirim, sang ayah sudah mendapatkan surat kedua dari KH. Munawwir yang isinya memberitahukan bahwa ia sudah terlanjur hafal 30 juz. 
Saat berusia 10 tahun, KH. Munawwir berangkat untuk mondok nyantri kepada Sayyidi Asy-Syaikh Kholil Bangkalan, Madura. Sesampainya di sana, saat iqamah shalat selesai dikumandangkan, tiba-tiba saja Kyai Kholil tidak bersedia menjadi imam. Beliau kemudian berkata, "Mestinya yang berhak menjadi imam shalat adalah anak ini (yakni KH. Munawir). Walaupun ia masih kecil tetapi ahli qiraat."
Mbah KH. Said Gedongan Cirebon (kakek KH. Mahrus Aly Lirboyo) sering mengirim uang kepada KH. Munawwir Krapyak Yogyakarta ketika mondok di Makkah, padahal beliau berdua tidak saling kenal. Hal tersebut didasarkan atas kekaguman Mbah Said saat mendengar kabar bahwa ada orang Jawa yang rela susah payah mondok di Makkah demi menghafal Qur’an.

Ketika Mbah Munnawwir pulang ke tanah air, beliau segera mencari alamat Mbah Said untuk bersilaturrahmi dan mengucapkan terima kasih. Dan di Cirebon pada saat yang sama, Mbah Said menginstruksikan kepada santri-santrinya untuk segera wudlu. Dan beliau berkata: “Kalo memang Kyai Munawwir wali, maka hari ini beliau akan datang ke sini. Dan santri yang tidak punya wudlu dilarang salaman dengan orang suci.” Subhanalloh, Mbah Munawwir hari itu juga datang di Gedongan Cirebon.

Beberapa tahun kemudian, melihat potensi & kemampuan Mbah Munawwir, Keraton Jogja mengangkat beliau menjadi seorang qodli (hakim). Disamping menjadi qodli, beliau juga membuka pengajian di lingkungan keraton. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak jamaah pengajian beliau sehingga tempat yang tersedia tidak lagi muat. Hingga akhirnya Mbah Said memberikan sebidang tanah wakaf kepada Mbah Munawwir yang menjadi cikal bakal Pondok Pesantren Krapyak.

Sosok Mbah Munawwir yang terkenal sebagai pembawa Qur’an ke Tanah Jawa tidak lepas dari figur ayahanda beliau yang bernama KH. Abdulloh Rosyad. Pada waktu muda, Mbah Rosyad punya keinginan kuat untuk menghafal Qur’an. Itu dibuktikan, ketika beliau menghafal dibarengi dengan riyadloh/ tirakat berendam di sungai (mungkin agar tidak ngantuk). Berkali-kali beliau melakukan tirakat tersebut dan suatu hari, beliau mendengar suara: “Hafalkan semampumu, karena itu bagianmu. Dan tidak usah berkecil hati, kamu akan diberi keturunan yang ahli Qur’an.” 

Karomah lainnya adalah terkait dengan Kyai Aqil Sirodj dari Kempek Cirebon. Tatkala beliau masih berusia delapan tahun, beliau belum bisa mengucapkan bunyi huruf R dengan jelas. Namun setelah meminum air bekas cucian tangan KH. Munawir sebagain sarana tabarukan, langsung saja beliau dapat mengucapkan bunyi huruf R dengan sangat jelas. 

KH.R. Abdul Qadir Munawir: Putra KH. Munawir
Peristiwa menarik pernah dialami oleh murid KH Moenawir, sewaktu beliau disuruh oleh istri Mbah Moenawir untuk meminta sejumlah uang kepada Mbah Moenawir yang akan digunakan sebagai keperluan belanja sehari hari, KH Moenawir selalu merogoh sejadahnya dan diserahkan uang tersebut kepada Muridnya, padahal selama ini muruid-muridnya hanya tahu bahwa sepanjang waktu Mbah Moenawir hanya duduk saja di serambi masjid sambil mengajar alquran.
Adalah KH. Abdullah Anshar dari Gerjen, Sleman. Tatakala beliau mengetahui wafatnya Mbah Munawir, beliau menangis sejadi-jadinya dan mengatakan kalau sudah tidak kerasan lagi hidup di dunia fana ini tanpa adanya Mbah Munawir. Akhirnya, dengan izin Allah, setelah pulang ke rumah, beliau langsung menyusul pulang ke rahmatullah.

Karomah lainnya adalah KH. Moenawir Mampu menghatamkan Al-Quran hanya dalam Satu rakaat sholat, dan sebagai orang awan mungkin itu Mustahil dilakukan tapi bagi KH Moenawir itu mampu Kedisiplinan KH.Moenawir dalam mengajar Alquran kepada murid-muridnya sangat ketat bahkan pernah muridnya membaca Fatihah sampai dua tahun diulang-ulang karena menurut KH Moenawir belum Tepat bacaannya baik dari segi Makhrajnya maupun tajwidnya, maka tak heran bila murid murid beliau menjadi Ulama-ulama yang Huffadz ( hapal quran) dan mendirikan Pesantren Tahfizul quran seperti Pon-Pes Yanbu’ul Qur’an kudus (KH.Arwani Amin) , Pesantren Al Muayyad solo ( KH Ahmad Umar) dll.

Wafatnya Sayyidi Asy-Syaikh Munawwir Krapyak
Tak ada manusia yang abadi selamanya hidup di alam raya ini. Begitu pula dengan KH. Munawwir Krapyak juga pada akhirnya harus menghadapi salah satu takdir ilahi yaitu kematian. Setelah berjuang menyebarkan dakwah islam dan mencetak generasi qurani selama puluhan tahun, beliau kemudian sakit selama kurang lebih 16 hari. Pada awalnya sakit yang beliau rasakan hanyalah sakit ringan, namun makin lama makin parah, dan tiga hari terakhir sangat parah hingga beliau tidak bisa tidur. Selama beliau sakit itu, selalu berkumandanglah bacaan surah Yasin sebanyak 41 kali yang dibaca oleh jamaah pengajian dan para santri secara bergantian. Satu rombongan selesai membaca, maka rombongan lainnya menyusul, demikian tidak ada putusnya.
KH.R. Najib Abdul Qadir: Pengasuh Ponpes Krapyak Saat ini
Akhirnya, Mbah Munawir Krapyak meninggal bakda jumat tanggal 11 Jumadil Akhir tahun 1942 masehi, di kediaman beliau di komplek Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Ketika menghembuskan nafas beliau yang terakhir, beliau ditunggui oleh salah seorang putri beliau yang bernama Nyai Jamalah. Setelah dikafani, shalat jenazah pun diadakan sebagai bentuk doa dan penghormatan bagi beliau. Lantaran banyak pelayat yang datang dan mendoakan maka shalat jenazah dilakukan bergiliran hingga berpuluh-puluh kali. Imam Shalat jenazah kala itu diantaranya adalah Sayyidi Asy-Syaikh Ma'shum (Suditan Lasem), Sayyidi Asy-Syaikh Manshur (Popongan, Klaten), Sayyidi Asy-Syaikh Raden Asnawi (Bendan, Kudus), dan lain sebagainya.
Setelah wafatnya Sayyidi Asy-Syaikh Munawir Krapyak, perjuangan beliau diteruskan oleh murid-murid dan putra putri beliau.  Sebelumnya almarhum KH. Munawir berwasiat agar keluarga yang melanjutkan perjuangan dakwah beliau adalah 2 orang putra dan 4 orang menantu. Namun karena beberapa udzur, maka perjuangan pesantren peninggalan beliau dikawal oleh tiga tokoh keluarga beliau yang amat terkenal dan merupakan ulama besar nusantara di masanya, yaitu:
  1. Sayyidi Asy-Syaikh Romo KH. Raden Abdullah Afandi, yang merupakan putra beliau dari Nyai Raden Ajeng Mursyidah, Kraton, yogyakarta. Beliau ditunjuk khusus untuk menangani pengajian al-Quran dan menngurusi hubungan pesantren dengan masyarakat luar pesantren. Beliau wafat pada tanggal 1 januari tahun 1968 Masehi.
  2. Sayyidi Asy-Syaikh Raden Abdul Qadir, putra KH. Munawir dari buah pernikahannya dengan Nyai Raden Ajeng Mursyidah, Kraton, Yogyakarta. Di masa kepemimpinan beliau, pada tahun 1953, para santri penghafal al-Quran dihimpun dalam satu wadah yakni madrasah Huffadz, yang dibantu oleh KH. Mufid Masud (menantu KH. Munawir), Kyai nawawi (menantu KH. Munawwir), dan KH. Hasyim Yusuf (Nganjuk).
  3. Sayyidi Asy-Syaikh Ali Ma'shum (menantu KH. Munawir asal Lasem, suami dari Nyai. Hajah Hasyimah). Mbah Ali, begitu beliau dipanggil, telah membantu perjuangan dakwah pesantren Krapyak sejak tahun 1943 masehi. Dalam penyelenggaraannya, beliau menerapkan beberapa sistem pengajian,yakni sistem madrasi (klasik) dan sistem kuliyah, yang masing-masing dilengkapi dengan pengajian individual atau dikenal dengan sistem sorogan. Mbah Ali Ma'shum wafat pada tahun 1989 masehi dan pernah menjadi orang nomor 1 dalam jam'iyyah nahdlatul ulama. 
Demikianlah sekelumit biografi agung Sayyidi Asy-Syaikh Muhammad Munawwir bin Abdullah Rosyad bin KH. Hasan Bashari. Semoga bisa bermanfaat dan kita bisa mendapatkan pelajaran berharga yang dapat ditemui dalam diri seorang penghafal dan penjaga serta pengamal al-Quran al-karim. 
Admin di Depan Makam Sayyidi Asy-Syaikh Munawir Krapyak
DAFTAR PUSTAKA

Disarikan dari berbagai sumber, khususnya dari buku yang berjudul "Manaqibus Syaikh: KH. M. Moenauwir Almarhum: Pendiri Pesantren Krapyak Yogyakarta" yang diterbitkan oleh Majelis Ahlein (keluarga besar Bani Munawwir) Pesantren krapyak, Keluaran tahun 1975 masehi.

Disadur pula dari buku karya Romo Yai M. Mas'udi Fathurrohman yang berjudul "Romo Kyai Qodir: Pendiri Madrasatul Huffadh Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta". 










0 komentar:

Post a Comment